Untuk mendidik manusia tidak bisa secara luaran saja. Pendidik perlu mendidik lahir dan batin secara bersepadu dan yang terpenting sekali ialah yang dalam (hati). Allah SWT menyatakan dalam Al Quran:
Maksudnya: “Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum itu sehingga kaum itu mengubah apa yang ada di dalam dirinya.” (Ar Raad: 11)
Yang dimaksudkan ‘apa yang ada dalam diri’ adalah hati atau roh atau nafsunya. Apabila manusia telah terdidik akan lahirlah kemanusiaan. Tetapi jikalau pendidik tidak faham bagaimana hendak mendidik manusia, bukan kemanusiaannya yang akan lahir tapi kehewanannya yang akan terlihat. Apabila manusia telah bersifat hewan sedangkan mereka adalah khalifah, apa yang akan terjadi? Bagi mereka, pentadbiran, peraturan dan disiplin itu menyiksa dan menyusahkan mereka. Kenali luar dan dalam diri manusia sebelum mendidik. Sebab itulah untuk melakukan kerja mendidik, bukan sebarang orang melainkan orang yang bertaqwa saja yang bisa melakukannya.
Pendidik yang mempunyai ilmu hikmah saja mampu memahami roh manusia. Kalau kita tidak dapat memahami roh manusia, ulama besar macam mana sekalipun tidak bisa mendidik orang. Roh itu dikatakan hati, ataupun raja dalam kerajaan diri. Raja kepada pribadi. Raja itulah yang menentukan sikap. Bahkan raja itulah yang menentukan cara berfikir seseorang. Jadi bagaimana hendak memahaminya?
Apa itu hati? Hati itu ibarat cermin. Cermin kalau dihadapkan kepada sesuatu benda, akan nampak arca atau imej benda itu. Itu pun kalau cermin itu cerah. Tetapi kalau hati yang diibaratkan cermin itu tidak dijaga dari kecil, sejak dari sekolah tk lagi tidak dijaga, ia akan jadi hitam bila dewasa. Hitam dengan bintik-bintik dosa. Cubalah bayangkan cermin yang sudah hitam diarahkan ke arah matahari, lantunan cahayanya pun tidak dapat dilihat. Kalau diarahkan ke bulan pula, tidak bisa nampak bulan di dalam cermin itu. Bila diarahkan ke rumah yang bagus pun tidak akan nampak rumah yang bagus itu di dalam cermin. Rasulullah SAW bersabda:
Maksudnya: “Dalam diri anak Adam itu ada seketul daging, kalau baik daging itu maka baiklah manusia, kalau ia rosak maka rosaklah manusia. Ketahuilah itulah hati atau roh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nukman bin Basyir)
Begitulah hati, sejak dari kecil penuh dengan mazmumah karena tidak dijaga dan dididik oleh emak ayahnya. Jika sudah hitam pekat karena dosa-dosa, ia tidak nampak kebenaran. Tidak cinta rasul, tidak ada rasa kasih sayang dan tidak ada perikemanusiaan. Sebab itu orang yang hatinya dijaga dari kecil, tidak pernah lekat walau satu debu pun dosa, apabila menjadi dewasa, dia akan mendapat benda-benda aneh seperti mimpi benar, kasyaf, nampak benda-benda ghaib dan mendapat ilmu ilham. Sebab hati itu wadah tempat Tuhan hendak beri hidayah. Karena itulah, tidak heran orang-orang dahulu selalu mendapat berbagai-bagai ilham, kasyaf dan mimpi benar.
Kita perlu memahami tentang hati dan perlu tahu baik ada hati itu kotor atau bersih. Kalau sudah kotor, perlu pula tahu bagaimana hendak membersihkannya. Allah berfirman:
Maksudnya: “Sesungguhnya Allah sangat suka kepada orang yang bertaubat dan suka kepada orang yang menyucikan hatinya.” (Al Baqarah: 222)
Firman Allah lagi:
Maksudnya: “Sesungguhnya berbahagialah orang yang menyucikannya (hati).” (Asy Syam: 9)
Belum tepat lagi penjelasan anda. Carilah guru, wahai saudara.
ReplyDeletesyabbas kerana berani mengupas (walaupun sedikit) persoalan Roh. Para Ulamak pun tak berani mengupas persoalan ini, padahal roh dan jasad kita akan pasti kena menghadap Allah diAkhirat nanti.Sekurang-kurangnya saya dapat menyuluh sedikit urusan hati saya dengan Allah. Terima kasih.
ReplyDelete