Nafsu kalau tidak dididik ke arah kejahatan pun, dia tetap akan buat kejahatan. Allah telah nyatakan di dalam Al Quran:
Maksudnya: “Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53)
Betapalah kalau dididik ke arah kejahatan dan melalui sistem yang jahat. Malang bagi suatu bangsa yang nafsunya memang jahat, dididik, diasuh dan dipupuk pula ke arah kejahatan. Akan lahirlah orang pandai yang jahat, orang bodoh yang jahat, pemimpin yang jahat dan pendidik yang jahat. Ini lebih bahaya dari persoalan tidak kenal IQ tadi. Sebab itu nafsu perlu dikenali tahap-tahapnya dan tingkatannya. Nafsu wataknya memang jahat, kalau dibiarkan ia tetap jahat, betapalah kalau dididik ke arah kejahatan oleh sistem pendidikan yang jahat dan yang mengajar pun adalah orang jahat. Betapa jahatnya kejahatan yang akan berlaku. Jadi nafsu ini perlu dididik. Sebab itu Tuhan ingatkan kita tentang ini di dalam firman-Nya:
Maksudnya: “Mereka yang berjuang ke jalan Kami, nescaya Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Tuhan berserta dengan orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)
Sesiapa yang bermujahadah terhadap nafsu, ditingkatkannya daripada jahat kepada baik, maka Tuhan akan memberi petunjuk kepada jalan yang baik. Itu janji Tuhan. Sebab itu nafsu harus dididik. Nafsu adalah musuh utama manusia. Kedua baru syaitan. Nafsu musuh dalaman. Syaitan hanya musuh luaran. Tetapi aneh, manusia tidak pandang seperti itu. Berbeda pandangan manusia dengan pandangan Tuhan. Lihat sejarah ketika Rasulullah SAW balik dari peperangan Badar, Rasulullah bersabda:
Maksudnya: “Kita baru balik dari peperangan yang kecil kepada peperangan yang maha besar.” Para Sahabat bertanya: “Apakah peperangan yang maha besar itu ya Rasulullah?” Jawab baginda: “Perang melawan nafsu.” (Riwayat Al Baihaqi)
Sebab itu orang yang besarkan Tuhan akan memandang nafsu itu besar dan wajib diperangi. Nafsu itulah yang sangat menyusahkan. Sebab itu dalam ajaran Islam kita mesti bermujahadah dalam melawan nafsu.
Di dalam ajaran Islam, nafsu ada tujuh peringkat:
1. Nafsu Ammarah
Nafsu yang paling jahat dan paling zalim. Jika berbuat kejahatan, dia berbangga dengan kejahatannya. Kalau terpaksa susah karena kejahatannya, dia sanggup. Jika ada orang mengingatkannya tentang kejahatannya, dia akan menjawab, “Saya anak pemberani.” Bayangkanlah, kalau orang macam ini jadi pemimpin dan berkuasa.
2. Nafsu Lawwamah
Nafsu yang mencerca dirinya sendiri. Sentiasa kesal dengan diri sendiri. Tidak hendak berbuat jahat tetapi tidak mampu melawan nafsu. Bila melakukan kejahatan, sedih tapi buat lagi. Ada kalanya buat jahat sehingga dikenakan hukuman dalam penjara. Janji tidak buat lagi tapi buat juga. Rasa sedih lagi dan buat jahat bukan karena enak tapi lemah melawan nafsu. Walaupun sudah niat tidak mau buat lagi dan sudah kapok, namun terbuat juga lagi. Contohnya, ketika lalu di kebun orang, terlihat limau, rambutan dan sebagainya, walaupun sudah berazam tidak akan mencuri, tetapi ambil dan mencuri lagi. Orang nafsu di peringkat ini sudah mula sadar tetapi tidak mampu hendak melawan hawa nafsunya.
3. Nafsu Mulhamah
Arti pada lafaz ialah nafsu yang telah diberi ilham, sudah mulai dipimpin, diberi hidayah. Tuhan ambil perhatian sebab dia sudah mulai mendidik nafsunya. Apabila seseorang itu bersungguh-sungguh melawan nafsunya, atas belas kasihan Allah maka Tuhan akan pimpin. Oleh karena baru dididik, ibarat orang berjalan hendak menyeberang dan melintas jalan yang di tengah-tengah ada benteng, dia sudah berada di atas benteng. Ertinya dia sudah di atas batasan (border). Kalau tidak ada ribut atau ujian, jika mati insya-Allah selamat. Sebab sudah di atas batas tapi belum sampai ke seberang. Namun masih dalam bahaya karena apabila datang ribut, dia mungkin berbalik semula. Atau bila ujian datang, walaupun tidak jatuh tetapi sudah mulai goyang. Orang di atas border ini tidak dikatakan tenang, masih dalam keadaan bahaya. Baru diberi ilham. Bila sudah sampai ke seberang barulah, masuk kawasan selamat dan barulah dikatakan tenang.
4. Nafsu Mutmainnah
Istilah mutmainnah bermaksud tenang, tidak digugat oleh kesenangan dan kesusahan, tidak digugat oleh sehat atau sakit, orang hina atau orang puji. Semuanya sama saja. Pujian orang tidak menyebabkan hati terasa senang dan tidak berbunga. Orang keji, tidak terasa sakit. Tidak ada perasaan hendak marah atau berdendam. Sebab hatinya sudah tenang, perkara positif atau negatif tidak mengganggunya. Orang ini sudah menjadi wali kecil, sudah naik di atas level orang soleh. Nafsu peringkat ini sudah sampai ke kawasan selamat, tidak terganggu lagi. Maka Tuhan mengalu-alukan ketibaannya, dengan ayat:
Maksudnya: “Wahai nafsu (jiwa) yang tenang (suci). Kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dengan (hati) redha dan diredhai (Tuhan). Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu ke dalam Syurga-Ku.” (Al Fajr: 27-30)
Dari ayat ini, seolah-olah Tuhan tidak sabar hendak menyambut tetamu-Nya: “Mari-mari, cepat-cepat Aku tidak sabar, Aku hendak jumpa engkau ini.”
Kemudian, dalam ayat tadi, Tuhan berfirman:
Maksudnya: “Kembalilah dalam keadaan redha kepada Aku, dan Aku redha dengan engkau.” (Al Fajr: 28)
Tuhan mengalu-alukan dan kalau mati pada waktu itu, dia selamat. Oleh karena dia sudah selamat, sebab itulah Tuhan menyeru. Manakala bagi orang yang nafsunya belum selamat, dia akan mati dalam keadaan jikalau Tuhan hendak azab pun bisa, hendak diampunkan pun bisa.
Semuanya atas sebab keadilan Tuhan. Kalau kita hendak mengharapkan kekuatan diri sendiri, bimbang tidak selamat. Sebab itu kita mesti mencari kekuatan lain. Di antaranya perbanyakkan selawat, berbuat baik, bertawasul dengan guru-guru dan lain-lain, mudah-mudahan itu menyelamatkan. Allah berfirman:
Maksudnya: “Bergaullah dengan hamba-hamba-Ku (iaitu para rasul, para nabi dan wali-wali), dan masuklah ke Syurga-Ku.” (Al Fajr: 29-30)
Artinya, cari-carilah sebab untuk mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Bila mencapai peringkat nafsu mutmainnah, barulah selamat. Nafsu-nafsu di bawah daripada peringkat itu tidak selamat.
5. Nafsu Radhiah
Orang yang berada di peringkat nafsu radhiah ini, dia meredhai apa saja yang Allah takdirkan kepadanya. Ia terhibur dengan ujian. Ia merasakan ujian adalah hadiah dari Tuhan. Bila orang menghinanya, dia berterima kasih kepada Tuhan dan dia rasa bahagia. Sebab itu mereka yang berada di maqam ini, bila kena pukul, mereka rasa puas. Bila ditampar, seolah-olah minta ditampar lagi. Nafsunya sudah jadi malaikat.
6. Nafsu Mardhiah
Orang yang berada di peringkat nafsu ini ialah apa saja yang mereka lakukan mendapat keredhaan Tuhan. Mereka inilah yang disebut dalam Hadis Qudsi: “Mereka melihat dengan pandangan Tuhan, mendengar dengan pendengaran Tuhan, berkata-kata dengan kata-kata Tuhan.” Kata-kata mereka masin, sebab itu mereka cukup menjaga tutur kata. Kalaulah mereka mengatakan celaka, maka celakalah. Karena kata-kata mereka, kata-kata yang diredhai Tuhan. Mereka memandang besar apa saja yang Tuhan lakukan.
7. Nafsu Kamilah
Nafsu peringkat ke-5, ke-6 dan ke-7 adalah darjat atau peningkatan kepada nafsu mutmainnah tadi. Bagi nafsu kamilah, manusia biasa tidak bisa sampai ke maqam ini. Kamilah hanya derajat untuk para rasul dan para nabi. Manusia biasa hanya sekedar peringkat keenam saja iaitu mardhiah. Ini sudah taraf wali besar.
Itulah 7 peringkat nafsu manusia. Jadi orang yang hendak mendidik manusia mesti faham peringkat-peringkat nafsu ini. Kemudian perlu faham bagaimana pula hendak mendidik setiap peringkat-peringkat nafsu tersebut supaya manusia menjadi manusia.
Hari ini nafsu sudah tidak diperangi dan tidak dianggap musuh yang wajib diperangi. Sebab itu, tanyalah ulama mana sekalipun, tidak ada seorang pun yang memasukkan pendidikan nafsu dalam bidang pelajaran. Ayat Al Quran dan Hadis yang dibaca dan dipelajari di sekolah pun tidak ada ayat-ayat yang berkaitan dengan nafsu dan kejahatannya. Usaha memerangi nafsu tidak diaplikasikan dalam tindakan. Bila sebut musuh, yang mula-mula nampak ialah Yahudi dan Amerika saja. Sedangkan Yahudi dan Amerika itu budak mainan nafsu. Orang jahat itu hanyalah budak mainan nafsu.
Bertambah aneh lagi, manusia hendak membaiki buah yang pahit, dia potong buahnya. Sedangkan buah datang dari pohon. Buah pahit itu ibarat perangai jahat. Pohon itu nafsu. Jalan paling mujarab hendak menyelesaikan buah yang pahit ialah dengan memotong atau menebang pohonnya. Ulama pun sudah tidak faham bagaimana hendak menebang pohon nafsu. Ulama yang hafaz Al Quran dan Hadis pun tidak mampu memahaminya.
Contoh lain, polisi yang menjaga keamanan apabila hendak menyelesaikan masalah perampok dan pencuri, cara yang lazim dilakukan ialah menangkap dan mengurungkan mereka dalam penjara. Tetapi sebenarnya, yang paling berkesan untuk jangka waktu panjang ialah dengan menukar sistem pendidikan. Itulah cara terbaik memerangi dan membendung kejahatan merampok dan mencuri.
Nafsu itu dididik. Bila ini berlaku, nafsu menjadi jinak. Nafsu yang jahat menjadi baik. Nafsu kalau dididik akan jadi pemurah, akan membesarkan Tuhan, tawaduk, tawakal, redha, berkasih sayang dan boleh berlapang dada. Maka lahirlah buah-buah yang manis walaupun di atas pokok yang pahit. Allah berfirman:
Maksudnya: “Adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Syurgalah tempat tinggalnya.” (An Naziat: 40-41)
betapa tulisan yg sangat berguna bagi saya. terima kasih dan teruslah menulis.
ReplyDeletewassalam
saya juga..syukran
ReplyDeletenama saya 'Aina Mardhiah
bagus.. menyedarkan saya.. harap kekal di hati dan istiqamah..
ReplyDeletetulisan ini sngat berguna n brmanfaat bgi sya...
ReplyDeletenice gan :D
ReplyDelete