madah hati

Ramai manusia sibuk setiap hari membersihkan dan mencantikkan diri yang lahir. Tapi anggota batinnya dibiarkan kotor dan berdaki. Padahal rusaknya kehidupan di dunia berasal dari kekotoran batin

Monday 5 January 2009

MENGAPA MANUSIA HIDUP

Hari ini kita sangat kurang memahami ajaran Islam, oleh karena itu kita hidup dalam gelap gulita, dalam suasana yang tidak ada panduan. Dengan begitu bukan saja kita akan terjun ke neraka, tapi sejak di dunia lagi kita telah berada dalam neraka.

Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup.

Ini merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepat. Karena jika manusia yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, Manusia itu tak pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.

Karena itu bagaimana kita memperoleh jawaban yang tepat ?

Ada orang mengatakan, kita tanya saja pendapat akal. Kalau kita lihat pertanyaan itu mudah tapi jawabannya berat. Bukan saja akal tidak mampu memberikan jawaban yang tepat. Bahkan bila beberapa orang memberikan jawaban menurut akal masing-masing, maka akan timbul perbedaan pendapat. Jadi kalau kita bertanya pada akal, maka akal tidak mampu, karena akal kedudukannya lemah, tidak semua dapat difikirkan terutama yang berkait dengan hal-hal yang ghaib, hari akhirat, syurga neraka dll, walaupun manusia itu mempunyai akal yang pintar sekalipun.

Kita sebagai orang Islam memiliki panduan hidup yang diberikan Allah kepada kita, yaitu yang terdapat di dalam Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Jadi supaya kita tidak meraba-raba, supaya tidak letih akal kita berfikir, supaya kita tidak mencari-cari, lebih baik kita bersandar dengan apa yang telah Allah beri kepada kita. Itulah jawaban yang tepat menurut Al Quran yang patut menjadi pegangan kita, yang menjadi keyakinan kita, serta amalan perjuangan kita, supaya kita mendapat keselamatan.

Dalam Al Quran disebutkan sesungguhnya yang benar itu datang dari Allah, hanya dari Allah. Sebab itu kita terima sajalah jawaban dari Allah. Semoga dengan begitu kita dapat keselamatan di dunia dan akhirat.

Allah telah memberikan jawaban kepada kita,

“Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (beribadah) kepadaKu”


Dengan ayat Al Quran tersebut yang merupakan wahyu yang diturunkan kepada Rasul untuk umat yang paling akhir, disebutkan bahwa kita diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah, ataupun untuk mengabdikan kepada Allah, dengan kata lain untuk tunduk dan patuh pada perintah Allah.

Dengan ayat tersebut, maka dalilnya kuat, hujjahnya pun kuat. Tapi yang sebenarnya kalau kita bahas secara akal, secara mantiq atau secara psikologi, maka akal kita pun mengakui bahwa memang patut manusia ini menyembah Allah. Akal menyatakan setuju, bahkan hati kecil juga ikut setuju untuk menyembah Allah.

Secara akal, secara perasaan, secara mudah, dapat dibuktikan bahwa akal setuju dan hati pun setuju manusia menyembah Allah, selain dalil yang kuat dari Al Quran. Contohnya, bagaimana kalau ada orang yang memanggil kita, saudara adalah hamba Allah. Bagaimana perasaan kita, bagaimana rasa hati kita kalau orang panggil kita hamba Allah. Akal mau menerima, hati kecil juga turut setuju, walaupun pada pelaksanaannya kita tidak pernah menyembah Allah. Walaupun kita tidak pernah membesarkan Allah, tak pernah patuh, tapi hati kita terhibur dengan sebutan hamba Allah.

Mengapa akal setuju, dan hati kecil dapat menerima, sebab karena Allah jadikan kita memang untuk menjadi hamba-Nya. Jadi apa yang disetujui oleh Allah, disetujui oleh akal dan hati. Sebaliknya apa yang disetujui oleh akal dan hati, disetujui oleh Allah.

Tapi bagaimana kalau suatu ketika, orang memanggil kita, saudara adalah hamba mobil, hamba wanita, hamba rumah, hamba nafsu. Bagaimana pendapat akal kita, bagaimana rasa hati kita. Akal kita tak setuju, bahkan hati tak setuju. Bukan hanya tak setuju, tapi hati pun rasa sakit. Kalau orang tuduh kita hamba selain Allah, kalau selama ini sudah sakit, bahkan mungkin dapat meninggal dengan seketika.

Mengapa? Akal tidak setuju, hati tak setuju, karena Allah tidak setuju apa yang tidak disetujui oleh akal dan hati. Dan sebaliknya apa yang disetujui oleh akal dan hati, disetujui oleh Allah.

Karena itu mau tidak mau, kita mesti menyembah Allah karena Allah bersetuju, akal bersetuju dan hati bersetuju. Jadi kalau manusia tidak mau menyembah Allah, tidak mau mengabdikan diri pada Allah, tidak mau tunduk dan patuh pada Allah, dia bukan saja menentang Allah, bahkan menentang akal dan hatinya, hakikatnya orang itu menentang dirinya sendiri. Kalau orang itu menentang dirinya sendiri, dia tidak akan dapat kebahagiaan, walaupun pangkatnya tinggi, rumahnya besar, jabatannya tinggi dan hartanya banyak.

Buktinya banyak. Kita lihat hari ini bangsa-bangsa yang dikagumi karena banyak kemajuan di bidang ekonomi, membangun, banyak orang terkenal, tapi sebagian besar penduduknya mati bunuh diri. Mereka sudah kehilangan kebahagiaan. Kebanyakan mereka orang yang terkenal tapi hidupnya frustasi.

Mengapa terjadi demikian ? karena mereka sama sekali tak mengenal Allah, tidak mau menyembah Allah. Mereka menentang dirinya sendiri sehingga tak dapat kebahagiaan. Karena itu kita mesti mengenal dan menyembah Allah, untuk selamat di dunia dan akhirat.

Tentu ada sebagian hati kecil kita berkata, kalau benarlah manusia itu patut menyembah Allah, mengapa hati kecil kita selama ini tidak mengajak menyembah Allah..?, tidak mengingatkan kita menyembah Allah. Sebabnya, selama ini di dalam diri manusia ada 2 musuh batin yang senantiasa mempengaruhi hati dan akal manusia, yaitu syaitan dan hawa nafsu, yang selalu menggoda manusia, membawa manusia pada jalan kesesatan.

Dalam Al Quran disebutkan :

“Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang sangat nyata”


Tentang nafsu Allah juga berfirman :

“Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak manusia pada kejahatan”


Karena dalam hati manusia itu ada 2 musuh batin, maka hati manusia terus lalai dan durhaka kepada Allah. Kalau takdirnya syaitan dan hawa nafsu tidak ada, maka tentulah manusia akan kenal dengan Allah, cinta dengan Allah, bahkan tenggelam dalam kecintaan pada Allah karena fitrah manusia sejak sebelum ditiupkan roh telah mengenal Allah, Allah yang patut disembah dan dibesarkan.

Selain itu kalau kita kaji dengan hati dan akal yang jernih, kita juga membaca sejarah maka bukanlah sudah menjadi sunnatullah, sudah ditakdirkan oleh Allah, manusia di mana saja berada, di peringkat mana pun, apa yang Allah takdirkan, walau bagaimana pun hebatnya, kita tidak dapat mengelak dari bala bencana, ataupun dari perkara yang tidak disukai oleh manusia.

Bala bencana, ujian dan musibah itu ditimpakan kepada semua orang baik orang yang muslim maupun orang yang kafir, baik orang yang taat maupun yang durhaka. Misalnya siapakah manusia yang dapat mengelakkan diri dari miskin, kalau tak miskin harta, miskin jiwa. Miskin jiwa lebih parah sebab manusia selalu merasa tak cukup. Karena iman lemah walaupun uang banyak selalu merasa kurang. Lebih parah lagi sudahlah miskin harta, miskin jiwa.

Kalaulah manusia itu dapat mengelak dari miskin, maka dapatkah mengelakkan diri dari sakit. Bahkan dokter pun banyak yang ditimpa penyakit. Inilah keadilan Allah, sakit ditimpakan pada semua orang. Sakit sebagai utusan dari Allah untuk mengingatkan manusia. Kalau tidak miskin, tidak sakit, dapatkan manusia mengelak dari fitnah dan umpatan orang. Manusia tidak dapat mengelak dari kesusahan yang ditimpakan oleh manusia lain, bahkan banyak yang kena bunuh.

Selain itu dapatkah manusia mengelak dari bencana alam, angin, badai, petir, dll. Atau apakah kita dapat mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anak. Tak ada manusia yang mau, tapi Allah timpakan juga. Tidak ada manusia yang dapat melepaskan diri dari ujian hidup. Semua manusia kena, yang kafir kena, orang Islam pun kena. Yang menyembah Allah kena, yang tidak sembah Allah pun kena. Yang taat kena, yang durhaka pun kena uji. Kalaulah bala bencana itu rata, semua manusia merasakan, maka tentu lebih baik jadi orang mukmin yang diuji daripada menjadi orang kafir yang diuji. Lebih baik orang yang menyembah Allah diuji daripada orang durhaka diuji juga.

Tidak pernah terjadi dalam pengalaman kita, yang kena uji itu semua yang baik-baik, yang menyembah Allah, yang patuh kepada Allah sedangkan yang kafir tak pernah sakit, tak pernah miskin, tak pernah disusahkan orang. Tapi dalam pengalaman kita, semua orang merasakan.

Karena itu lebih baik kita ditimpa bencana dalam menyembah Allah, sebab orang mukmin yang sejati, kalau ditimpa sedikit kesusahan dari Allah, maka kalau ia ada sedikit dosa, maka kesusahan itu adalah sebagai penghapusan dosa. Allah hukum di dunia sebelum dihukum di akhirat, sebab hukum di akhirat lebih berat. Tapi kalau orang mukmin itu tidak berdosa dan dia redha dengan ujian, maka itu merupakan peningkatan derajat dan pangkat dari Allah. Kalau orang itu durhaka terlebih lagi kafir, maka ujian itu merupakan kutuk Allah di dunia dan akhirat. Di dunia sudah ditimpakan neraka dunia, di akhirat akan ditimpakan neraka yang lebih berat lagi, boleh jadi kekal abadi.

Jadi tidak ada alasan untuk kita tidak menyembah Allah. Kalau kita katakan kalau sembah Allah nanti miskin, maka kita tidak menyembah Allah pun jadi miskin. Kalau kita baca berita-berita bunuh diri, yang kena tembak setiap hari ada, yang kecelakaan jalan raya, maka bukan saja orang yang taat terkena, yang tak kenal Allah pun kena.

Cuma karena akal dan hati kita tak dapat menilai, sudah diganggu oleh syaitan dan hawa nafsu, maka kita sudah tidak kenal dan menyembah Allah. Padahal kalau kita dapat menilai, betapa bala itu diratakan kepada semua manusia, maka mengapa kita takut susah, takut miskin karena menyembah Allah.

Cara menyembah Allah ada 3 bagian

· Ibadah yang asas (utama): mempelajari, memahami, meyakini, rukun iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan rukun islam.

· Ibadah fadhailul amal : Amalan-amalan yang utama seperti puasa Senin Kamis, shalat tahajud, shalat sunat rawatib, membaca ayat-ayat tasbih, tahmid, tahlil, membaca shalawat, dll

· Ibadah yang umum, yang lebih luas, seluas dunia, yaitu ibadah yang mubah jadi ibadah asalkan menempuh lima syarat :

1. Niat harus betul.

2. Perkara yang kita perbuat dibenarkan syariat.

3. Pelaksanaan sesuai dengan syariat.

4. Natijah (hasil) digunakan sesuai dengan syariat.

5. Jangan tertinggal ibadah yang asas (utama).

Ibadah yang asas, serta ibadah yang fadhu, kalau kita dapat amalkan sungguh-sungguh lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik, khusnul khulq. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Sebab itulah Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyaknya, tapi sejauh mana memberi hasil, dapat membuahkan akhlak. Seharusnya makin banyak beribadah, makin halus akhlaknya. Itu yang disebut amal taqwa, amal sholeh. Tapi kalau ibadah banyak tidak membuahkan akhlak mulia, masih lagi dihukum di neraka.

Sebagaimana kisah :

Pernah Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian Rasulullah berkata, saya memiliki seorang tetangga wanita, dia berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud, tetapi ia ahli neraka. Sahabat bertanya, bagaimana wanita itu ya Rasulullah, jawab baginda Rasulullah SAW, wanita itu selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. (Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli neraka.

Kenapa ? sebab ibadah tak berbuah. Jadi orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.

Sementara itu satu hari Rasulullah SAW bercerita di depan sahabat, bahwa tidak lama lagi akan datang seseorang di majlis ini, dia ahli syurga. Kalau Rasulullah SAW berkata, dia itu ahli surga, maka itu pasti ahli syurga. Jadi sahabat menunggu siapa yang akan datang. Tak lama kemudian datang seseorang. Sahabat banyak yang tidak kenal. Setelah kuliah, sahabat ada yang ingin mengambil perhatian, apa amalannya sampai Rasulullah sebut dia ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumahnya dan meminta izin untuk bermalam. Sahabat ingin melihat apa amalannya sehingga Rasulullah sebut ahli syurga. Jadi setelah diikuti sepanjang malam, tidak ada yang istimewa, shalat sunat tak dibuat, tahajud pun tak dibuat. Lepas subuh sahabat bertanya, waktu kuliah semalam Rasulullah berkata, sebelum saudara datang, sebentar lagi akan datang seorang ahli syurga. Saya ingin tanya apa amalan saudara, sampai dapat dikatakan ahli syurga. Jawab orang itu, saya bukan saja tidak ada hasad dengki dengan orang, niat untuk hasad pun tidak ada. Jadi ibadah yang sedikit berbuah.

Sedangkan ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas lagi. Setiap kerja akan menjadi ibadah apabila menempuh lima syarat. Misalnya di bidang ekonomi, sains teknologi, pendidikan, pemerintahan, dll. Jelaslah bagi kita bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fisik. Inilah yang dikatakan ada keseimbangan di antara pembangunan rohaniah dan fisik.

Bagaimana yang disebut seimbang ? Bila kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh 5 syarat, maka melahirkan pembangunan fisik. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti kaedah itu maka tentulah Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selagi kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan kejayaan yang dicapat bahkan berkrisis sesama sendiri.

Setiap usaha ikhtiar kita akan jadi ibadah bila menempuh 5 syarat, banyak perkara yang kita tidak faham selama ini sudah dapat difahami. Apa yang kita fahami melalui kaedah 5 syarat ini :

1. Kaedah 5 syarat membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah, atau ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Buktinya kalau kita menguruskan kedai dengan menempuh 5 syarat, bukankah itu kemajuan dunia. Dia dapat maju di bidang ekonomi, bahkan apabila dia menempuh 5 syarat, Allah nilai dengan syurga. Mana yang dikatakan terpisah di antara kemajuan dunia dan akhirat.

2. Setelah kita mengetahui tentang kaedah 5 syarat ini, maka salahlah pandangan umum selama ini yang menganggap 50 % dunia, 50 % akhirat. Mana ada 50-50 dalam Islam. Dalam Islam kemajuan dunia itulah juga kemajuan akhirat.

3. Dengan kaedah 5 syarat maka nampaklah pada kita keindahan Islam. Satu perkara kita buat, mendapat dua keuntungan, untung dunia dan untung akhirat.

4. Pembangunan yang ditegakkan, baik di bidang sains teknologi, pendidikan dsb., itu merupakan buah. Buah yang lahir ada pohonnya, yaitu karena umat Islam menegakkan hukum-hukum dan inadabh kepada Allah dalam kehidupan. Contohnya yang membuat perniagaan dengan membuka kedai karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju kedai itu artinya dia telah membangun kemajuan di bidang ekonomi.

5. Kalau begitu, semakin banyak umat Islam beribadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat berdikari tanpa bersandar nasib dengan tamadun orang kafir. Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bersandar nasib dengan orang yang bukan Islam dan sampai kapanpun umat Islam akan hina diperhambakan orang.

Justru itulah kalau kita fahami maka ajaran Islam akan terlihat cantik, di samping kita mendapat kemajan di dunia, juga mendapat kemajuan di akhirat. Kemajuan yang dicapai tidak menimbulkan krisis diantara sendiri. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai pula mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapat kemajuan walaupun kita usahakan, sebaliknya kita bahkan akan berkrisis diantara kita sendiri.

PENYEBAB RUSAKNYA MANUSIA

Manusia rusak banyak sebabnya. Ada sebab luaran dan ada sebab dalaman. Ada sebab lahir dan ada sebab batin. Namun kalau semua sebab-sebab itu dianalisa, penyebabnya dapat dirangkumkan ke dalam tiga perkara yang pokok.

Pertama karena manusia sudah kehilangan Tuhan.
Kedua karena ketandusan kepimpinan dan
Ketiga karena sistem hidup manusia sudah punah ranah.

1. Manusia Sudah Kehilangan Tuhan

Manusia umumnya sudah kehilangan Tuhan. Manusia sudah melupakan Tuhan. Tuhan sudah tidak lagi menjadi teras dan pegangan dalam hidup manusia.Tuhan sudah tidak lagi menjadi tujuan hidup manusia. Dalam banyak hal, Tuhan diketepikan dan dikesampingkan. Tuhan tidak diletakkan dihadapan. Manusia sudah tidak merujuk lagi kepada Tuhan.Manusia sudah tidak patuh lagi kepada hukum-hakam dan peraturan Tuhan. Malahan hidup manusia bukan lagi untuk Tuhan.

Manusia sudah tidak cinta dan tidak takut dengan Tuhan.Tempat Tuhan telah digantikan dengan tuhan-tuhan palsu yang lain. Secara sadar atau tidak, Tuhan telah digantikan dengan dunia, dengan pangkat dan kuasa, dengan harta benda dan kekayaan, dengan uang, dengan nama dan glamour, dengan populariti, kemasyhuran dan sebagainya. Untuk ini semualah tujuan manusia hidup, bukan lagi untuk mendapat Tuhan.

Sampai orang agama yang lahirnya nampak seperti kuat beragama juga kehilangan Tuhan. Dalam solat mereka, tidak ada Tuhan. Dalam puasa mereka tidak ada Tuhan. Dalam zakat dan haji mereka tidak ada Tuhan. Dalam wirid, zikir dan bacaan Quran mereka juga sudah tidak ada Tuhan. Paling baik, mereka mengejar pahala dan fadilat, bukan Tuhan. Pahala dan fadhilat jadi tujuan, bukan Tuhan.Mereka hanya membesarkan syariat, bukan membesarkan Tuhan. Di samping itu, ramai juga orang agama yang mengejar nama dan jawatan diatas ilmu dan amalan agama mereka.

Segala apa yang manusia fikirkan, segala apa yang manusia maukan dan segala apa yang manusia rasakan, kesemuanya tertumpu kepada matlamat material dan keperluan hidup didunia semata-mata. Bukan untuk mengabdikan diri, berbakti atau untuk mendapat redha, rahmat, kasih sayang dan keampunan Tuhan.

Manusia sudah tidak yakin lagi dengan Tuhan. Sudah tidak tawakkal, tidak berserah diri dan tidak bergantung harap dengan Tuhan. Manusia menyangka seolah-olah Tuhan itu tidak ada peranan dalam hidup mereka. Mereka menganggap Tuhan tidak relevan dalam hidup mereka. Kalaupun lidah mereka tidak menyebut tetapi tindak tanduk dan amalan mereka membuktikannya. Mereka lupa dengan firman Allah SWT:

Maksudnya: Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi diri kepada-Ku. (Az-Zariat:56)

Ramai manusia percaya kepada Tuhan. Tetapi mereka hanya sekedar percaya saja. Orang Yahudi percaya Tuhan.Orang Nasrani percaya Tuhan. Orang Hindu pun percaya Tuhan. Malahan, kalau ditanya kepada setiap manusia dimuka bumi, siapakah yang menjadikan alam ini? Mereka semua akan berkata bahwa Tuhan yang menjadikannya. Tetapi percaya bukan satu keyakinan. Percaya bukan suatu itiqad. Percaya saja tidak cukup sebagai aqidah dan pegangan. Yang sedihnya, ramai orang Islam sendiri baru sekedar percaya dengan Tuhan. Ia belum menjadi aqidah atau pegangan. Mereka percaya Tuhan itu ada tetapi wujudnya Tuhan itu tidak memberi apa-apa kesan kepada tujuan dan cara hidup mereka. Mereka percaya Tuhan itu ada tetapi dalam kehidupan seharian, mereka bertindak seolah-olah Tuhan itu tidak wujud.

Mereka ini termasuk golongan orang-orang yang kehilangan Tuhan. Bilamana manusia melupakan Tuhan, maka Tuhan pun melupakan mereka. Bilamana manusia memutuskan hubungan mereka dengan Tuhan, maka Tuhan pun berlepas diri dari mereka. Tinggallah manusia terumbang-ambing dalam arus kehidupan dunia. Tuhan tidak memimpin mereka lagi. Tuhan tidak membela mereka lagi. Manusia hanyut dalam kesesatan dan dibawa arus menuju kehancuran. Hidup manusia menjadi kucar-kacir, kelam-kabut dan haru-biru. Manusia dilanda berbagai gejala dan penyakit sosial. Hilang kasih sayang. Penyebab Rusaknya Manusia Hilang perpaduan. Manusia bergaduh dan berperang. Jenayah berleluasa. Timbul kezaliman, penindasan dan tekan-menekan sehingga manusia cemas dan ketakutan. Perangai manusia tidak ubah seperti hewan. Ini semua adalah akibat manusia meninggalkan Tuhan.

Manusia hilang tempat mengadu. Hilang tempat merujuk. Hilang tempat berserah dan bergantung harap. Hilang tempat meminta pertolongan. Alangkah ruginya manusia kalau sudah kehilangan Tuhan.

Ada sebuah kisah yang berlaku kepada Syeikh Abdul Qadir Jailani. Dia didatangi oleh pemuka-pemuka kota Baghdad untuk diajak bersama dalam satu majlis ibadah malam secara beramai-ramai. Dia menolak tetapi pemuka-pemuka tersebut berkeras juga mengajak beliau hadir. Untuk dapat berkat, kata mereka. Akhirnya, dengan hati yang berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju untuk hadir.

Pada malam berkenaan, di satu tempat yang terbuka, beratus-ratus orang hadir dengan melakukan ibadah masing-masing.Ada yang bersolat. Ada yang berwirid. Ada yang membaca Quran. Ada yang bermuzakarah. Ada yang bertafakur dan sebagainya. Syeikh Abdul Qadir duduk di satu sudut dan hanya memerhatikan gelagat orang-orang yang beribadah itu.

Di pertengahan malam, pihak penganjur menjemput Syeikh Abdul Qadir untuk memberi tazkirah. Dia coba mengelak tetapi didesak berkali-kali oleh pihak penganjur. Untuk dapat berkat, kata mereka lagi. Akhirnya dengan hati yang sungguh berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju.

Tazkirah Syeikh Abdul Qadir ringkas dan pendek saja.Dia berkata: Tuan-tuan dan para hadirin sekelian. Tuhan tuan-tuan semua berada di bawah tapak kaki saya.

Dengan itu, majelis terkejut dan menjadi gempar dan riuh rendah.Para hadirin terasa terhina dan tidak puas hati.Bagaimanakah seorang Syeikh yang dihormati ramai dan terkenal dengan ilmu dan kewarakannya bisa berkata begitu terhadap Tuhan mereka. Ini sudah menghina Tuhan. Mereka tidak sanggup Tuhan mereka dihina sampai begitu rupa.

Mereka sepakat hendak melaporkan perkara itu kepada pemerintah. Apabila pemerintah dapat tahu, diarahnya kadhi untuk menyiasat dan mengadili Syeikh Abdul Qadir dan jika diadapati bersalah, hendaklah dihukum pancung.

Pada hari pengadilan yang dibuat di khalayak ramai,Syeikh Abdul Qadir dibawa untuk menjawab tuduhan.

Kadhi bertanya, Benarkah pada sekian tempat, tarikh dan masa sekian, Tuan Syeikh ada berkata di khalayak ramai bahwa Tuhan mereka ada di bawah tapak kaki Tuan Syeikh?

Dengan tenang Syeikh Abdul Qadir menjawab, Benar, saya ada kata begitu.

Kadhi bertanya lagi, Apakah sebab Tuan Syeikh berkata begitu?

Jawab Syeikh Abdul Qadir , Kalau tuan kadhi mau tahu, silalah lihat tapak kaki saya.

Maka kadhi pun mengarahkan pegawainya mengangkat kaki Syeikh Abdul Qadir untuk dilihat tapak kakinya. Ternyata ada duit satu dinar yang melekat di tapak kakinya. Kadhi tahu Syeikh Abdul Qadir seorang yang kasyaf.

Fahamlah kadhi bahawa Syeikh Abdul Qadir mau mengajar bahwa semua orang yang beribadah pada malam yang berkenaan itu sebenarnya tidak beribadah karena Tuhan. Tuhan tidak ada dalam ibadah mereka. Hakikatnya, mereka tetap bertuhankan dunia yang duit satu dinar itu menjadi lambang dan simbolnya.

Kalau di zaman Syeikh Abdul Qadir Jailani pun manusia sudah hilang Tuhan dalam ibadah mereka, apalah lagi di zaman ini. Itu dalam ibadah. Kalau dalam hidup seharian, sudah tentu Tuhan tidak langsung diambil kira.

2. Manusia Ketandusan Kepimpinan

Manusia sudah tidak terpimpin lagi karena manusia sudah ketandusan kepimpinan. Oleh itu, manusia hanyut dan sesat dalam kehidupan ini tanpa menuju ke sesuatu arah yang tertentu dan tidak dapat memenuhi tujuan dan maksud mengapa manusia itu dijadikan. Manusia sudah tidak berfungsi sebagai manusia lagi.

Pemimpin yang ada di dunia sekarang sebenarnya bukan pemimpin. Obama bukan seorang pemimpin. Blair juga bukan seorang pemimpin. Begitu juga dengan Putin, Musharaf dan Hosni Mubarak. Mereka bukan pemimpin. Paling tinggi mereka itu hanya pentadbir. Mereka mentadbir hal-hal negara,keuangan, khazanah dan ekonomi negara. Mereka hanya memenuhi keperluan lahir dan tidak langsung mengambil berat tentang keperluan rohani rakyat.

Pemimpin dalam Islam bukan sekedar menyelesaikan keperluan lahir. Yang lebih penting ialah keperluan rohani. Pemimpin dalam Islam bertanggungjawab mendidik dan membina keinsanan rakyat. Membawa rakyat kepada Tuhan.Mengajar mereka supaya cinta, takut, taat dan patuh kepada Tuhan. Pemimpin dalam Islam berkewajiban menjaga kehidupan beragama rakyat dan menjadikan rakyat baik, beriman dan bertaqwa.

Soal keperluan lahir juga penting tetapi ia jatuh nomor dua. Dalam Islam, memimpin itu seperti membuat kerja Rasul. Rasul itu sebenarnya pemimpin. Siapa yang membuat kerja-kerja rasul juga dianggap sebagai pemimpin. Pemimpin seperti inilah yang sudah tidak ada lagi. Selagi pemimpin seperti ini tidak ada dan tidak dicari, maka selagi itulah hidup manusia akan menjadi rusak dan kucar kacir.

Para pentadbir dan pemimpin dunia seperti yang ada sekarang tidak mampu memimpin. Mereka tidak mampu membina keinsanan rakyat, membawa rakyat kepada Tuhan atau menjadikan rakyat orang-orang yang beriman dan bertaqwa.

Mana mungkin mereka mampu berbuat demikian dalam keadaan mereka sendiri pun tidak terpimpin. Keluarga mereka sendiri pun kucar-kacir.Mereka ini hanya akan melalaikan dan merosakkan keinsanan rakyat. Mereka ini hanya akan membawa manusia kepada dunia dan menjauhkan mereka dari Tuhan dan dari akhirat.

Paling baik, mereka hanya bisa membawa pembangunan dan kemajuan lahiriah dan membina ekonomi negara dan rakyat. Mungkin rakyat bisa hidup dengan senang. Tetapi kebahagiaan manusia bukan terletak kepada kesenangan hidup.Ia terletak kepada jiwa yang terisi dan fitrah yang terlaksana.

Keperluan fitrah manusia yang utama ialah keinginan berTuhan, keinginan menyembah, taat, patuh dan mengabdi diri kepada Tuhan. Apabila hati-hati manusia terisi dengan dunia dan hidup mereka bermatlamatkan dunia, maka nafsu mereka akan bermerajalela dan dunia akan menjadi rebutan. Memang dunia itu bahan rebutan dan penyebab pecah belah dan pemusnah kasih sayang. Manusia akan berebut-rebut dunia, menekan dan menindas seperti anjing yang berebut bangkai. Akhirnya manusia akan bergaduh, berkelahi dan bunuh-membunuh.Tidak ada kasih sayang dan perpaduan.

3. Sistem Hidup Manusia Sudah Punah

Sistem hidup manusia di muka bumi ini tidak lagi berteraskan syariat Tuhan. Ia adalah hasil dari ciptaan akal manusia yang begitu dhaif dan lemah. Sistem yang kononnya dirancang untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia itu telah makan tuan dan telah merusakkan dan mengkucar-kacirkan kehidupan manusia itu sendiri.

Di antaranya:

1. Sistem pendidikan sekular yang hanya bertujuan dunia telah merosakkan akhlak manusia. Manusia hilang akhlak kepada Tuhan dan hilang akhlak terhadap sesama manusia. Manusia menjadi pencinta dan pemburu dunia.Manusia menjadi jahat, sombong, bakhil, hidup nafsu-nafsi,zalim dan pentingkan diri sendiri. Walhal sistem pendidikan Islam membawa manusia kepada Tuhan dan membina jiwa serta akhlak manusia. Hasilnya, manusia menjadi baik, berguna, bertolong-bantu dan berkasih sayang.

2. Sistem ekonomi ciptaan manusia terutama sistem kapitalis hanya mementingkan untung tidak kira dengan cara apa.Tidak kira sama ada hasil atau khidmat ekonomi itu perkara yang sia-sia, maksiat dan merusakkan orang atau ia menindas pekerja untuk mendapat untung berlipat ganda atau mubazir atau merosakkan moral manusia dalam iklan untuk menjual barang. Berlaku monopoli, oligopoli,kartel, menetapkan harga yang menekan dan berlebihan yang menyusahkan manusia serta berbagai-bagai lagi hanya karena hendakkan keuntungan yang banyak.Walhal sistem ekonomi Islam menekankan khidmat kepada masyarakat dan membekalkan keperluan masyarakat sebagai suatu ibadah dan tanda kasih sayang. Segala kegiatan ekonomi tidak terkeluar dari syariat dan hukum hakam Tuhan dan tidak lari dari tujuan untuk mendapat keredhaan Tuhan.

3. Sistem kebudayaan berteraskan nafsu telah melalaikan dan merosakkan akhlak manusia terutama muda-mudi. Mudamudi diajak menghayati rock, pop, metal, berpoya-poya, bergaul bebas dan berjinak-jinak dengan arak dan narkoba.Hasilnya, moral muda-mudi runtuh. Timbul bohsia, bohjan, anak luar nikah, buang anak, penagihan narkoba dan macam macam lagi. Walhal sistem kebudayaan Islam membawa manusia kepada mengenal, mencintai dan takutkan Tuhan dan merindui hari akhirat. Menginsaf dan menyadarkan manusia tentang tanggungjawab mereka sebagai hamba dan khalifah Tuhan. Menyegarkan dan menghidupkan jiwa mereka.

Kalau hidup manusia mau dibetulkan, tidak dapat tidak,ketiga-tiga perkara ini perlu ditangani.
Pertama, manusia perlu dibawa kepada Tuhan. Manusia mesti mula mengenal dan takut pada Tuhan. Kedua, pemimpin yang sejati yang bisa mendidik manusia perlu dicari. Ketiga, sistem hidup manusia yang sudah punah ranah ini perlu dibaiki dan perlu mengikut peraturan hukum-hakam dan mengikut cara yang Tuhan mau.

Namun, di antara ketiga-tiga perkara ini, pemimpin sejati itulah yang perlu didapatkan dahulu. Karena pemimpinlah yang akan dapat membawa kita kepada Tuhan dan pemimpin jugalah yang akan dapat membuat perubahan dan memperbaiki sistem hidup kita. Kita tidak akan dapat mengenal Tuhan tanpa ada pemimpin yang memperkenalkan Tuhan kepada kita. Dan sistem hidup kita tidak akan berubah dengan sendiri tanpa ada pemimpin yang berusaha mengubahkannya.

Sunday 4 January 2009

BAGAIMANA MENDIDIK MANUSIA

Mendidik manusia bermaksud mendidik insaniahnya. Insaniah manusia pula terdiri daripada empat elemen iaitu akal, roh atau hati, nafsu dan fisikal atau jasmani. Ke­empat-empat elemen inilah yang perlu dididik dan dibangunkan. Hasil dari pendidikan insaniah, lahirlah kemajuan insaniah atau­pun apa yang kita namakan pembangunan insan. Apabila insan telah terbangun, lahirlah akhlak yang baik, manusia yang jujur, berkasih sayang, pemurah, takutkan Tuhan, bertaqwa, menguta­ma­kan orang lain, yang bisa berbuat baik kepada orang yang ber­buat jahat padanya dan berbagai-bagai lagi sifat mulia. Semen­tara dari pendidikan material atau kebendaan maka terhasillah kemajuan lahiriah dan kemajuan fisikal.

Sumber dan Dasar Mendidik Manusia

Untuk membangunkan insaniah dan mendidik manusia ini, asas-asas didikan dan dasar-dasarnya telah Tuhan nyatakan di dalam A1 Quran:

Maksudnya: “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan berbahaslah dengan mereka secara yang baik.” (An Nahl: 125)

Berdasarkan ayat di atas, Tuhan menerangkan bahwa hen­dak­lah kamu mengajak manusia kepada Tuhanmu. Artinya, menga­jak kepada syariat, aqidah dan juga tasawufnya atau akh­laknya. Seterusnya untuk menegakkan kebenaran, menegak­kan jemaah, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya hendaklah melalui tiga dasar yang utama:

1. Bil Hikmah (dengan hikmah)

2. Bil Mauizatul Hasanah (dengan nasehat yang baik)

3. Wajadilhum billati hiya ahsan (berbahas dengan cara yang baik)

Berdasarkan kepada tafsiran ayat di atas, di sini asas dan dasar-dasar sistem pendidikan Islam yang disebutkan itu dikembangkan dan diperluaskan supaya teknikalnya dapat difahami dan ianya dapat digunakan sebagai panduan.

1. Bil Hikmah (Dengan Hikmah)

Maksud hikmah ialah ilmu di dalam ilmu. Iaitu hati yang senantiasa dipimpin oleh Tuhan. Artinya orang yang hendak men­didik orang lain itu hatinya senantiasa dipimpin. Ilmunya sangat mendalam dan seni. Ilmunya bagai lautan dan berlapis-lapis. Ia faham mengenai ilmu akal, roh atau hati, nafsu dan jasad. Orang yang tidak ada hikmah, ia akan mendidik secara kasar saja. Manusia susah untuk melakukan perubahan. Didikannya tidak membuahkan hasil yang diharapkan.

Justru itu, untuk mendidik manusia kepada Tuhan, mendidik manusia kepada syariat Tuhan dan mendidik insaniah kepada berakhlak, ilmu hikmah mestilah ada. Pendidik itu sendiri perlu benar-benar tahu dan memahami mengenai manusia, iaitu akal­nya, minatnya, kekuatan berfikirnya, kecenderungannya, bakat­nya, nafsunya dan fisiknya. Ia faham tentang psikologi manusia. Supaya teknik-teknik yang diaplikasikan dalam pembelajaran dan pendidikan mendatangkan kesan kepada pelajar. Pendidik yang berhasil ialah pendidik yang benar-benar memahami dasar yang pertama ini iaitu bil hikmah. Ia benar-benar faham empat elemen dalam diri manusia iaitu:

1. Memahami akal manusia

2. Memahami roh atau hati manusia

3. Memahami nafsu manusia

4. Memahami fisikal atau jasad manusia

2. Bil Mauizatul Hasanah (Dengan Nasehat yang Baik)

Setelah seorang pendidik mempunyai hikmah, iaitu memahami ilmu mengenai manusia tentulah dia hendak memulakan pen­didikan. Di sini timbul persoalan cara pendekatan dan teknik mana yang hendak digunakan? Apabila merujuk kepada Al Quran, kaedah (method), pendekatan atau uslub perlaksanaan pen­di­dikan inilah yang dikatakan ‘Mauizatul Hasanah’ yang berarti nasehat-nasehat yang baik. Oleh itu, dalam mendidik perlu meng­gunakan nasehat-nasehat yang baik yang bisa kita pelajari dari Al Quran seperti berikut:

Role Model

Seorang pendidik yang bercita-cita hendak mendidik manusia mestilah menjadi role model kepada murid-muridnya di dalam semua sudut kehidupan. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik kepada umat. Firman Allah SWT:

Maksudnya: “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada contoh yang baik untuk kamu bagi sesiapa yang meng­ha­rapkan Allah dan hari Akhirat.” (Al Ahzab: 21)

Sejarah Rasulullah SAW juga bisa menjadi panduan bagai­mana role model itu berlaku. Suatu hari seorang ibu datang me­nemui Rasulullah SAW bersama anaknya. Dia mengadu kepada baginda perihal anaknya yang terlalu suka makan manisan. Aneh­nya, Rasulullah SAW tidak memberi apa-apa nasehat tetapi me­minta ibu itu menemuinya kembali di minggu depan.

Seminggu kemudian ibu tersebut menemui Rasulullah SAW bersama anaknya, lalu baginda berkata, “Wahai anak, kurangkan makan manisan.” Ibu itu terus berkata, “Wahai Rasulullah, kalau itu saja yang ingin tuan ucapkan, mengapa tidak disebut saja minggu kemarin.” Rasulullah SAW menjawab, “Sebenarnya saya juga sukakan manisan tetapi oleh karena ingin menasihati anak ini, su­dah seminggu saya tidak makan manisan.” Begitulah Rasulul­lah, dalam soal sekecil itu pun, baginda sendiri melaksanakan dahulu apa yang ingin baginda ucapkan.

Oleh itu, seorang pendidik mesti menjadi role model kepada orang yang hendak dia didik:

1. Kalau hendak kenalkan orang dengan Tuhan, pendidik perlu mengenal Tuhan dahulu.

2. Jika hendak suruh orang cintakan Tuhan, pendidiklah perlu mencintai-Nya dahulu.

3. Kalau hendak menyuruh orang takutkan Tuhan, pendidiklah yang perlu takut Tuhan dahulu.

4. Jika hendak membaikkan orang, pendidik perlu baik dahulu.

5. Kalau hendak suruh orang berakhlak, pendidik perlu ber­akhlak dahulu.

Allah mencela orang yang mengajak manusia ke arah kebaikan tetapi dia sendiri tidak mengamalkannya sepertimana firman-Nya:

Maksudnya: “Adakah kamu menyuruh manusia berbakti dan kamu lupakan dirimu sendiri sedangkan kamu mem­baca kitab. Mengapa kamu tidak berfikir?” (Al Baqarah: 44)

Bahkan Allah amat murka kepada orang yang hanya pandai berkata-kata tetapi tidak pandai mengkota. Firman Allah:

Maksudnya: “Wahai orang-orang yang beriman, menga­pa kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak berbuat, amat besar kebencian di sisi Allah bila kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.” (As Saff: 2-3)

Di dalam kitab Matan Zubad disebutkan:

Maksudnya: “Orang alim yang tidak beramal dengan ilmunya akan diazab lebih dahulu daripada penyembah berhala.”

3. Wajadilhum Billati Hiya Ahsan (Berbahas dengan Cara yang Baik)

Kita perlu tahu, di dalam pendidikan, kita juga akan berhadapan dengan golongan dewasa yang cerdik dan berpelajaran. Mereka pula terikat dengan bermacam-macam ideologi dan anutan agama. Contohnya profesor atau ahli falsafah yang berfahaman sosialis, kapitalis atau sebagainya. Bukan suatu yang mudah bagi pejuang dan pendidik untuk membawa mereka kepada Tuhan. Untuk membuatkan mereka faham, cinta dan takut Tuhan se­hing­ga mereka terasa bangga dengan syariat Tuhan. Dengan itu pe­juang dan pendidik mesti menguasai ilmu akal yang bersifat falsafah.

Oleh karena di dalam pendidikan ini, kita akan berhadapan dengan berbagai golongan penganut agama dan ideologi, sudah semestinya kita harus faham segala macam ilmu. Seorang murabbi mesti faham ilmu politik, ilmu masyarakat, ilmu manusia, ilmu psikologi, ilmu kebudayaan, isu-isu semasa, hal-hal dunia dan lain-lain. Sebab bila timbul perbincangan terhadap sesuatu isu, mereka ada pandangan dan kita bisa menangkis hujah mereka. Contohnya, bila timbul perbincangan tentang Tuhan, kalau mereka menolak Tuhan, kita ada hujah. Begitu juga bila mereka menolak syariat, kita bisa menangkis hujah mereka dengan hujah kita.

Sekiranya begitu gambaran seorang murabbi yang hendak men­didik seseorang atau sesuatu kelompok atau bangsa kepada Tu­han, supaya manusia cinta dan takut kepada Tuhan, supaya ma­nusia berakhlak dan membangun mengikut kehendak Tuhan, artinya seorang pendidik yang ingin berhasil mesti terlebih dahulu memiliki ilmu hikmah, ilmu kaedah mendidik dan mampu me­ngua­sai ilmu yang lain secara meluas.

Hari ini para pendakwah, ulama-ulama, para pendidik, ustaz-ustaz, ilmunya sangat singkat, dangkal dan terbatas. Sedangkan ramai di kalangan mereka yang hafaz Al Quran dan tidak kurang juga yang hafaz Hadis. Tapi malangnya apa yang mereka keluar­kan hanyalah terjemahan semata-mata. Mereka tidak mengikut kaedah mauizatul hasanah (nasehat-nasehat yang baik) dan juga kaedah wajadilhum billati hiya ahsan (berbahas dengan cara yang baik). Mereka tidak mengikut perkembangan dan isu semasa. Walhasil, setelah 30 tahun menjadi pendidik dan menjadi pen­dakwah, tidak ada seorang pun yang masuk Islam di tangan mereka.

Bagi jemaah Islam pula, dari mula jemaah itu dibangunkan, setelah 30 tahun berjuang, mampu pula menarik 100 ribu orang ahli tetapi sebuah model kedai kecil pun masih belum terbangun. Apa yang tidak kena dengan mereka? Mereka asyik berjuang tetapi ilmu hikmah mereka lupakan dan ilmu kaedah perbin­cangan mereka ketepikan. Natijahnya (hasilnya), berpuluh tahun berjuang, tidak ada sebarang perubahan walaupun zaman terus berubah. Di sinilah kegagalan pejuang-pejuang Islam, walaupun sudah lama berjuang, musuh-musuh Islam sudah berkembang maju, mereka tetap di tempat yang lama. Akhirnya, timbul rasa sakit hati bila melihat pembangunan yang dibuat oleh musuh, se­dang­kan mereka berjuang bagi pihak Tuhan tetapi tidak mem­bangun, maka marah dan mengamuklah mereka. Akhirnya me­reka men­jadi militan.

Apabila menjadi militan, hakikatnya mereka mengundang resiko yang lebih besar. Mereka akan ditekan oleh Amerika, Barat dan negara-negara musuh yang lain. Hasilnya umat Islam yang tidak bersalah pun dipersalahkan. Musuh tidak akan melepaskan peluang yang ada maka seluruh umat Islam dituduh militan. Agama Islam dan pejuangnya sering dikaitkan dengan pengganas manakala umat Islam terus-menerus menerima tekanan.

Sebagai kesimpulan, untuk membangunkan insaniah manusia hingga benar-benar menjadi hamba dan khalifah Allah yang mampu memakmurkan dunia ini dengan pembangunan dan ke­ma­juan yang bersih tanpa kekotoran bukanlah suatu kerja yang mudah. Hanya utusan Tuhan yang terdiri dari kalangan rasul dan mujaddid saja yang mampu memikul tugas ini. Sekiranya ulama-ulama yang lain faham hal ini, mereka tidak akan mem­buka gelanggang dan wadah sendiri. Mereka akan ikut mujaddid.

Sewaktu ada rasul, walaupun ada ulama, mereka wajib mengi­kut rasul. Begitu juga halnya di zaman adanya mujaddid, para ulama mesti mengikut mujaddid sekalipun mereka hafaz Al Quran dan Hadis. Perlu diingat, hanya mujaddid saja yang Tuhan janjikan. Tetapi pada hari ini, semua yang mendakwa dirinya ulama, ingin membuka wadah dan gelanggang perjuangan sendiri. Akhirnya tidak ada satu gelanggang pun yang berhail akibat tidak dapat memahami kehendak-kehendak Tuhan dalam hal-hal semasa. Sebahagian daripada mereka sebenarnya amat faham perlunya mengikut mujaddid tetapi nafsu sombong yang menghalang mereka daripada menerima kebenaran yang dibawa oleh mujaddid.

Demikianlah gambaran secara ringkas bagaimana mendidik insaniah manusia. Baru kita faham, untuk mendidik manusia bukan kerja yang mudah. Ia tidak semudah membangunkan material. Karena itulah membangunkan material bisa dibuat oleh sesiapa pun. Tetapi kerja membangunkan insaniah tidak boleh dilaksanakan oleh sebarang orang. Bagi orang yang faham kenyataan ini, dia mesti bersama orang Tuhan dan bersama mujaddid, barulah perjuangan mengenalkan Tuhan dan syariat-Nya akan berhasil.

A. Memahami Akal Manusia

Secara umum, cara mendidik dalam satu kelas adalah sama tetapi secara individu, ada perbedaan berdasarkan minat seseorang yang agak berbeda dan kecenderungannya yang berbeda. Jika di pe­ringkat sekolah tinggi, pengasingan perlu dibuat dengan meng­ambil kira bakatnya, minatnya, tahap IQ dan sebagainya.

Pendidik perlu memahami akal manusia. Semua peringkat akal, baik yang cerdik atau lemah, wajib mempelajari ilmu fardhu ain, sementara ilmu-ilmu lain seperti fardhu kifayah, yang sunat-sunat dan yang mubah, dipelajari mengikut kemam­puan akal setiap pelajar. Semuanya mestilah diklasifikasikan. Mereka yang cerdik, diberi peluang belajar sepuas-puasnya karena mereka adalah aset bangsa dan negara. Jika ibu bapanya tidak berkemampuan, negara harus menanggung dan memberi me­reka beasiswa. Anak-anak ini adalah aset negara iaitu aset ber­sama. Kalau tidak disokong dan dibantu, negara akan rugi. Pen­didik juga perlu memahami peringkat-peringkat IQ pelajar. Ada yang seder­hana dan ada yang baik. Kadang-kadang ada yang tinggi IQnya tetapi kehidupannya susah. Golongan ini perlu dibantu.

Peringkat-peringkat IQ Manusia

Seperti yang telah dikatakan, IQ manusia berperingkat-peringkat. Peringkat-peringkat tersebut umumnya boleh dikategorikan seperti berikut:

1. IQ istimewa atau genius.

Dalam bahasa Arab disebut ‘abqari’. IQ taraf pertama iaitu otak genius, ia melampaui cerdik. Bagi otak genius, kemam­puannya bisa melahirkan teori baru dan ia tidak mengambil dari orang lain. Penemuan ilmu adalah dari dirinya sendiri, tidak kira dia Islam atau bukan Islam. Tegasnya, teori ini tidak ada pada orang lain. Penemuannya langsung tidak diambil dari orang lain. Ini dikatakan otak istimewa atau genius. IQ yang paling atas sekali. Di dalam istilah aga­ma, orang IQ peringkat pertama ini adalah pembuat matan (falsafah dasar), seperti Imam Syafie, Imam Malik, Imam Hambali dan lain-lain imam mazhab.

2. IQ cerdik iaitu IQ peringkat kedua.

Ia tidak mampu melahirkan teori dan membuat penemuan ilmu baru tetapi hasil penemuan atau teori orang genius tadi bisa difahami dan bisa dihuraikan dengan lebih luas lagi. Dia bisa memahami sesuatu perkara yang mungkin tidak bisa difahami oleh orang lain. IQ peringkat ini luar biasa sebab bisa menghurai matan. Di dalam dunia ini tidak ramai orang yang mempunyai IQ cerdik seperti ini. Dalam bahasa Arab IQ cerdik ini disebut ‘zaka’. Orang yang cerdik ini dipanggil ‘zaki’. Contoh peringkat IQ yang kedua ini seperti Imam Sayuti, Imam Fakhrurrazi dan sebagainya.

3. IQ cerdik biasa atau cerdik sederhana iaitu IQ peringkat ketiga.

Orang yang mempunyai IQ cerdik biasa ini bisa memahami apa yang dihuraikan oleh orang IQ peringkat kedua tadi. Tetapi oleh karena tidak mampu memahami kesemuanya maka dikeluarkanlah saja apa yang benar-benar difahami­nya. Di dalam mentafsirkan sesuatu ia menjadi berkurangan. Jika dia menulis, buku dan huraiannya lebih panjang. Dia dipanggil tukang syarah. Lazimnya mereka ini adalah penulis ‘hasyiah’.

4. IQ normal atau sederhana.

Peringkat IQ ini adalah IQ kebanyakan orang. Ini IQ peringkat awam.

5. IQ lemah

Yakni di bawah IQ orang awam. Peringkat ini disebut bodoh.

6. IQ paling bawah

Ia disebut dungu.

Jika pemimpin, pendidik dan ibu bapa faham tentang kategori IQ ini, maka setelah selesai fardhu ainnya, dalam berhadapan dengan ilmu fardhu kifayah, mereka sudah tahu di dalam kumpulan mana hendak diletakkan pelajar-pelajar atau anak-anaknya, sepadan dengan tahap-tahap IQ mereka. Adalah malang bagi satu bangsa kalau ada kanak-kanak yang tinggal di ujung kampung, miskin pula, keluarganya bukan orang terkenal atau bukan kroni orang pejabat, hanya mendapat pendidikan se­kedar kelas 6 tetapi IQnya genius. Bila dewasa, dia hanya jadi petani saja. Itu adalah satu kerugian besar sedangkan dia ada­lah aset bangsa.

Begitu juga cerdik, iaitu IQ peringkat kedua dan ketiga. Kalau tidak disuruh mengaji dan diberi peluang belajar serta tidak mendapat pendidikan yang secukupnya, alangkah ruginya bangsa. Sebab itu, mana-mana negara yang tidak ada keadilan, hanya anak-anak kroni yang mendapat peluang. Yang bukan kroni tidak didorong dan tidak diberi peluang. Hanya belajar sekedar kelas enam. Ini merupakan suatu kerugian besar buat bangsa tersebut.

Inilah yang terjadi dalam negara yang tidak stabil politiknya. Anak-anak yang ibu bapanya berlainan aliran politiknya menjadi mangsa. Sebab itu, kadang-kadang kita lihat di universitas-uni­versitas, tidak ditemui ramai ahli fikir. Sebabnya, orang-orang yang IQnya baik tetapi miskin, orang tidak peduli dan tidak masuk universitas. Kesannya, ramai yang berada di menara gading bukan dari golongan ahli fikir. Mereka itu dapat titel atau ijazah hanya karena bernasib baik mendapat peluang belajar. Kalau orang yang otaknya genius diberi peluang belajar di universitas, berapa banyak negara untung. Sebab itulah bangsa kita tidak ada ahli fikir. Tidak lahir pujangga dan pembuat kitab.

B. Memahami Nafsu Manusia


Nafsu kalau tidak dididik ke arah kejahatan pun, dia tetap akan buat kejahatan. Allah telah nyatakan di dalam Al Quran:

Maksudnya: “Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53)

Betapalah kalau dididik ke arah kejahatan dan melalui sistem yang jahat. Malang bagi suatu bangsa yang nafsunya memang jahat, dididik, diasuh dan dipupuk pula ke arah kejahatan. Akan la­hirlah orang pandai yang jahat, orang bodoh yang jahat, pe­mimpin yang jahat dan pendidik yang jahat. Ini lebih bahaya dari persoalan tidak kenal IQ tadi. Sebab itu nafsu perlu dike­nali tahap-tahapnya dan tingkatannya. Nafsu wataknya memang jahat, kalau dibiarkan ia tetap jahat, betapalah kalau dididik ke arah kejahatan oleh sistem pendidikan yang jahat dan yang mengajar pun adalah orang jahat. Betapa jahatnya kejahatan yang akan berlaku. Jadi nafsu ini perlu dididik. Sebab itu Tuhan ingatkan kita tentang ini di dalam firman-Nya:

Maksudnya: “Mereka yang berjuang ke jalan Kami, nescaya Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesung­guhnya Tuhan berserta dengan orang-orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)

Sesiapa yang bermujahadah terhadap nafsu, ditingkatkannya daripada jahat kepada baik, maka Tuhan akan memberi petunjuk kepada jalan yang baik. Itu janji Tuhan. Sebab itu nafsu harus dididik. Nafsu adalah musuh utama manusia. Kedua baru syaitan. Nafsu musuh dalaman. Syaitan hanya musuh luaran. Tetapi aneh, manusia tidak pandang seperti itu. Berbeda pandangan manusia dengan pandangan Tuhan. Lihat sejarah ketika Rasulullah SAW balik dari peperangan Badar, Rasulullah bersabda:

Maksudnya:Kita baru balik dari pepe­rang­an yang kecil kepada peperangan yang maha besar.” Para Sahabat bertanya: “Apakah peperangan yang maha besar itu ya Rasulul­lah?” Jawab baginda: “Perang melawan nafsu.” (Riwayat Al Bai­haqi)

Sebab itu orang yang besarkan Tuhan akan memandang nafsu itu besar dan wajib diperangi. Nafsu itulah yang sangat menyu­sahkan. Sebab itu dalam ajaran Islam kita mesti bermujahadah dalam melawan nafsu.

Di dalam ajaran Islam, nafsu ada tujuh peringkat:

1. Nafsu Ammarah

Nafsu yang paling jahat dan paling zalim. Jika berbuat keja­hatan, dia berbangga dengan kejahatannya. Kalau terpaksa susah karena kejahatannya, dia sanggup. Jika ada orang mengingatkannya tentang kejahatannya, dia akan menjawab, “Saya anak pemberani.” Bayangkanlah, kalau orang macam ini jadi pemimpin dan berkuasa.

2. Nafsu Lawwamah

Nafsu yang mencerca dirinya sendiri. Sentiasa kesal dengan diri sendiri. Tidak hendak berbuat jahat tetapi tidak mampu melawan nafsu. Bila melakukan kejahatan, sedih tapi buat lagi. Ada kalanya buat jahat sehingga dikenakan hukuman dalam penjara. Janji tidak buat lagi tapi buat juga. Rasa sedih lagi dan buat jahat bukan karena enak tapi lemah mela­wan nafsu. Walaupun sudah niat tidak mau buat lagi dan sudah kapok, namun terbuat juga lagi. Contohnya, ketika lalu di kebun orang, terlihat limau, rambutan dan sebagainya, walaupun sudah berazam tidak akan mencuri, tetapi ambil dan mencuri lagi. Orang nafsu di peringkat ini sudah mula sadar tetapi tidak mampu hendak melawan hawa nafsunya.

3. Nafsu Mulhamah

Arti pada lafaz ialah nafsu yang telah diberi ilham, sudah mulai dipimpin, diberi hidayah. Tuhan ambil perhatian sebab dia sudah mulai mendidik nafsunya. Apabila seseorang itu bersungguh-sungguh melawan nafsunya, atas belas kasihan Allah maka Tuhan akan pimpin. Oleh karena baru dididik, ibarat orang berjalan hendak menyeberang dan melintas jalan yang di tengah-tengah ada benteng, dia sudah berada di atas benteng. Ertinya dia sudah di atas batasan (border). Kalau tidak ada ribut atau ujian, jika mati insya-Allah selamat. Se­bab sudah di atas batas tapi belum sampai ke seberang. Nam­un masih dalam bahaya karena apabila datang ribut, dia mungkin berbalik semula. Atau bila ujian datang, walau­pun tidak jatuh tetapi sudah mulai goyang. Orang di atas bor­der ini tidak dikatakan tenang, masih dalam keadaan baha­ya. Baru diberi ilham. Bila sudah sampai ke seberang barulah, masuk kawasan selamat dan barulah dikatakan tenang.

4. Nafsu Mutmainnah

Istilah mutmainnah bermaksud tenang, tidak digugat oleh kesenangan dan kesusahan, tidak digugat oleh sehat atau sakit, orang hina atau orang puji. Semuanya sama saja. Pujian orang tidak menyebabkan hati terasa senang dan tidak berbunga. Orang keji, tidak terasa sakit. Tidak ada perasaan hendak marah atau berdendam. Sebab hatinya sudah tenang, perkara positif atau negatif tidak mengganggunya. Orang ini sudah menjadi wali kecil, sudah naik di atas level orang soleh. Nafsu peringkat ini sudah sampai ke kawasan selamat, tidak terganggu lagi. Maka Tuhan mengalu-alukan ketiba­annya, dengan ayat:

Maksudnya: “Wahai nafsu (jiwa) yang tenang (suci). Kem­balilah kamu kepada Tuhanmu, dengan (hati) redha dan di­redhai (Tuhan). Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu ke dalam Syurga-Ku.” (Al Fajr: 27-30)

Dari ayat ini, seolah-olah Tuhan tidak sabar hendak me­nyam­­but tetamu-Nya: “Mari-mari, cepat-cepat Aku tidak sabar, Aku hendak jumpa engkau ini.”

Kemudian, dalam ayat tadi, Tuhan berfirman:

Maksudnya: “Kembalilah dalam keadaan redha kepada Aku, dan Aku redha dengan engkau.” (Al Fajr: 28)

Tuhan mengalu-alukan dan kalau mati pada waktu itu, dia selamat. Oleh karena dia sudah selamat, sebab itulah Tuhan menyeru. Manakala bagi orang yang nafsunya belum selamat, dia akan mati dalam keadaan jikalau Tuhan hendak azab pun bisa, hendak diampunkan pun bisa.

Semuanya atas sebab keadilan Tuhan. Kalau kita hendak mengharapkan kekuatan diri sendiri, bimbang tidak selamat. Sebab itu kita mesti mencari kekuatan lain. Di antaranya perbanyakkan selawat, berbuat baik, bertawasul dengan guru-guru dan lain-lain, mudah-mudahan itu menyelamat­kan. Allah berfirman:

Maksudnya: “Bergaullah dengan hamba-hamba-Ku (iaitu para rasul, para nabi dan wali-wali), dan masuklah ke Syurga-Ku.” (Al Fajr: 29-30)

Artinya, cari-carilah sebab untuk mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Bila mencapai peringkat nafsu mutmainnah, baru­lah selamat. Nafsu-nafsu di bawah daripada peringkat itu tidak selamat.

5. Nafsu Radhiah

Orang yang berada di peringkat nafsu radhiah ini, dia me­redhai apa saja yang Allah takdirkan kepadanya. Ia terhibur dengan ujian. Ia merasakan ujian adalah hadiah dari Tuhan. Bila orang menghinanya, dia berterima kasih kepada Tuhan dan dia rasa bahagia. Sebab itu mereka yang berada di ma­qam ini, bila kena pukul, mereka rasa puas. Bila ditampar, se­olah-olah minta ditampar lagi. Nafsunya sudah jadi ma­laikat.

6. Nafsu Mardhiah

Orang yang berada di peringkat nafsu ini ialah apa saja yang mereka lakukan mendapat keredhaan Tuhan. Mereka inilah yang disebut dalam Hadis Qudsi: “Mereka melihat dengan pandangan Tuhan, mendengar dengan pendengaran Tuhan, ber­kata-kata dengan kata-kata Tuhan.” Kata-kata mereka masin, sebab itu mereka cukup menjaga tutur kata. Kalaulah mereka mengatakan celaka, maka celakalah. Karena kata-kata mereka, kata-kata yang diredhai Tuhan. Mereka meman­dang besar apa saja yang Tuhan lakukan.

7. Nafsu Kamilah

Nafsu peringkat ke-5, ke-6 dan ke-7 adalah darjat atau pe­ning­­katan kepada nafsu mutmainnah tadi. Bagi nafsu kami­lah, manusia biasa tidak bisa sampai ke maqam ini. Kamilah hanya derajat untuk para rasul dan para nabi. Manusia biasa hanya sekedar peringkat keenam saja iaitu mardhiah. Ini sudah taraf wali besar.

Itulah 7 peringkat nafsu manusia. Jadi orang yang hendak mendidik manusia mesti faham peringkat-peringkat nafsu ini. Kemudian perlu faham bagaimana pula hendak mendidik setiap peringkat-peringkat nafsu tersebut supaya manusia menjadi manusia.

Hari ini nafsu sudah tidak diperangi dan tidak dianggap musuh yang wajib diperangi. Sebab itu, tanyalah ulama mana sekalipun, tidak ada seorang pun yang memasukkan pendidikan nafsu dalam bidang pelajaran. Ayat Al Quran dan Hadis yang dibaca dan dipelajari di sekolah pun tidak ada ayat-ayat yang berkaitan dengan nafsu dan kejahatannya. Usaha memerangi nafsu tidak diaplikasikan dalam tindakan. Bila sebut musuh, yang mula-mula nampak ialah Yahudi dan Amerika saja. Sedangkan Yahudi dan Amerika itu budak mainan nafsu. Orang jahat itu hanyalah budak mainan nafsu.

Bertambah aneh lagi, manusia hendak membaiki buah yang pahit, dia potong buahnya. Sedangkan buah datang dari pohon. Buah pahit itu ibarat perangai jahat. Pohon itu nafsu. Jalan paling mujarab hendak menyelesaikan buah yang pahit ialah dengan memotong atau menebang pohonnya. Ulama pun sudah tidak faham bagaimana hendak menebang pohon nafsu. Ulama yang hafaz Al Quran dan Hadis pun tidak mampu memahaminya.

Contoh lain, polisi yang menjaga keamanan apabila hendak menyelesaikan masalah perampok dan pencuri, cara yang lazim dilakukan ialah menangkap dan mengurungkan mereka dalam penjara. Tetapi sebenarnya, yang paling berkesan untuk jangka­ waktu panjang ialah dengan menukar sistem pendidikan. Itulah cara terbaik memerangi dan membendung kejahatan merampok dan mencuri.

Nafsu itu dididik. Bila ini berlaku, nafsu menjadi jinak. Nafsu yang jahat menjadi baik. Nafsu kalau dididik akan jadi pemurah, akan membesarkan Tuhan, tawaduk, tawakal, redha, berkasih sayang dan boleh berlapang dada. Maka lahirlah buah-buah yang manis walaupun di atas pokok yang pahit. Allah berfirman:

Maksudnya: “Adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya Syurgalah tempat tinggalnya.” (An Naziat: 40-41)

C. Memahami Hati atau Roh Manusia

Untuk mendidik manusia tidak bisa secara luaran saja. Pen­didik perlu mendidik lahir dan batin secara bersepadu dan yang terpenting sekali ialah yang dalam (hati). Allah SWT menyatakan dalam Al Quran:

Maksudnya: “Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum itu sehingga kaum itu mengubah apa yang ada di dalam dirinya.” (Ar Raad: 11)

Yang dimaksudkan ‘apa yang ada dalam diri’ adalah hati atau roh atau nafsunya. Apabila manusia telah terdidik akan lahirlah kemanusiaan. Tetapi jikalau pendidik tidak faham bagaimana hendak mendidik manusia, bukan kemanusiaannya yang akan lahir tapi kehewanannya yang akan terlihat. Apabila manusia telah bersifat hewan sedangkan mereka adalah khalifah, apa yang akan terjadi? Bagi mereka, pentadbiran, peraturan dan disiplin itu menyiksa dan menyusahkan mereka. Kenali luar dan dalam diri manusia sebelum mendidik. Sebab itulah untuk melakukan kerja mendidik, bukan sebarang orang melainkan orang yang bertaqwa saja yang bisa melakukannya.

Pendidik yang mempunyai ilmu hikmah saja mampu mema­hami roh manusia. Kalau kita tidak dapat memahami roh manusia, ulama besar macam mana sekalipun tidak bisa mendidik orang. Roh itu dikatakan hati, ataupun raja dalam kerajaan diri. Raja kepada pribadi. Raja itulah yang menentukan sikap. Bahkan raja itulah yang menentukan cara berfikir seseorang. Jadi bagaimana hendak memahaminya?

Apa itu hati? Hati itu ibarat cermin. Cermin kalau dihadapkan kepada sesuatu benda, akan nampak arca atau imej benda itu. Itu pun kalau cermin itu cerah. Tetapi kalau hati yang diibaratkan cermin itu tidak dijaga dari kecil, sejak dari sekolah tk lagi tidak dijaga, ia akan jadi hitam bila dewasa. Hitam dengan bintik-bintik dosa. Cubalah bayangkan cermin yang sudah hitam diarah­kan ke arah matahari, lantunan cahayanya pun tidak dapat dilihat. Kalau diarahkan ke bulan pula, tidak bisa nampak bulan di dalam cermin itu. Bila diarahkan ke rumah yang bagus pun tidak akan nam­pak rumah yang bagus itu di dalam cermin. Rasulullah SAW bersabda:

Maksudnya: “Dalam diri anak Adam itu ada seketul daging, kalau baik daging itu maka baiklah manusia, kalau ia rosak maka rosaklah manusia. Ketahuilah itulah hati atau roh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nukman bin Basyir)

Begitulah hati, sejak dari kecil penuh dengan mazmumah karena tidak dijaga dan dididik oleh emak ayahnya. Jika sudah hitam pekat karena dosa-dosa, ia tidak nampak kebenaran. Tidak cinta rasul, tidak ada rasa kasih sayang dan tidak ada perikemanusiaan. Sebab itu orang yang hatinya dijaga dari kecil, tidak pernah lekat walau satu debu pun dosa, apabila menjadi dewasa, dia akan mendapat benda-benda aneh seperti mimpi benar, kasyaf, nampak benda-benda ghaib dan mendapat ilmu ilham. Sebab hati itu wadah tempat Tuhan hendak beri hidayah. Karena itulah, tidak heran orang-orang dahulu selalu mendapat berbagai-bagai ilham, kasyaf dan mimpi benar.

Kita perlu memahami tentang hati dan perlu tahu baik ada hati itu kotor atau bersih. Kalau sudah kotor, perlu pula tahu bagaimana hendak membersihkannya. Allah berfirman:

Maksudnya: “Sesungguhnya Allah sangat suka kepada orang yang bertaubat dan suka kepada orang yang menyu­cikan hatinya.” (Al Baqarah: 222)

Firman Allah lagi:

Maksudnya: “Sesungguhnya berbahagialah orang yang menyucikannya (hati).” (Asy Syam: 9)

D. Memahami Jasmani atau Fisikal Manusia

Jasad manusia tidak berperanan untuk berfikir, berkehendak atau merasa. Ia hanya alat untuk melaksanakan arahan ketiga-tiga unsur tersebut diatas. Jasad lahir manusia ibarat robot. Fisikal hanya perlu dijaga agar nampak cantik dan sehat. Ia tidak memerlukan perhatian sangat dalam membentuk manusia.

MARI MENGENAL MANUSIA

Memperkatakan tajuk "Mari Mengenal Manusia" artinya mengajak manusia mengenal dirinya. Sabda Rasulullah SAW:Maksudnya: "Barangsiapa kenal dirinya, akan kenal Tuhannya."

Jadi kita hendak mengenal diri kita. Kalau tidak kenal diri, tidak kenal Tuhan. Semakin banyak kenal diri, makin banyak kita kenal Tuhan. Makin mendalam kita kenal diri, makin mendalam kita kenal Tuhan.

Perkataan manusia itu dalam Bahasa Melayu. Dalam Bahasa Inggris disebut human being manakala Bahasa Arab disebut insan. Insan itu kalau diterjemah ke dalam Bahasa Melayu artinya pelupa. Mari kita kenal bahwa manusia ialah makhluk pelupa. Bila disebut manusia atau insan, ia bukanlah satu benda yang gah. Kalau disebut, "Mari kita kenal intan," ia suatu yang berharga dan menarik. Tetapi kalau disebut, "Mari kita kenal orang pelupa," tidak ada yang indah. Intan tidak ada rasa bangga walaupun ia bernilai tetapi manusia yang pelupa ini suka bangga. Apalah indahnya bila Tuhan kata manusia ini makhluk pelupa?

Mari kita kenali makhluk pelupa yaitu manusia. Makhluk pelupa atau insan ini, ada empat unsur yang paling penting padanya. Kalau empat unsur ini tiada, dia bukan manusia atau bukan makhluk pelupa. Mungkin ia malaikat, binatang, syaitan atau jamadat iaitu benda-benda yang keras seperti kayu, batu, tanah.

Pada diri manusia ada empat unsur yang sangat penting. Ia merupakan satu paket yang menggerakkan tenaga manusia. Satu sama lainnya, saling perlu-memerlukan. Jika terdapat salah satu yang tidak bisa bekerjasama, akan berlaku kerusakan. Oleh karena itu keempat-empat unsur ini hendaklah dihidupkan dan dicengkam untuk membolehkan manusia berfungsi dan bergerak. Unsur-unsur itu adalah:

1. Fisikal (atau dalam bahasa Arabnya, jawarih)

2. Akal

3. Nafsu

4. Roh

PERANAN EMPAT UNSUR PADA MANUSIA

1. FISIKAL
Anggota lahir adalah rakyat dalam diri. Ia merupakan alat yang digunakan oleh roh, akal dan nafsu. Fisikal lahir taat saja. Jika tiga unsur tadi tidak aktif, fisikal pun tidak aktif, menjadikan manusia itu seorang yang kaki tidur. Oleh karena akal, roh dan nafsu tidak aktif, maka ia tidur. Anggota lahir atau fisikal tidak pandai berfikir atau merancang. Ia hanya menunggu arahan, menjadi rakyat dalam kerajaan diri.

2. AKAL
Kita perlu mengenali akal karena ia sebagian dari manusia. Akal itu peranan atau kerjanya menerima maklumat, pengalaman, ilmu, kemudian masuk ke otak, diproses dan disimpan. Bila perlu ia dikeluarkan semula. Proses itu dikatakan berfikir. Contohnya bila melihat cawan, maklumat itu masuk ke dalam otak, lalu ia berfikir tentang bentuknya, warnanya, diperbuat daripada apa, ukurannya, gunanya, bagus atau tidak dan sebagainya. Dia tidak biarkan saja maklumat itu. Ini menandakan otaknya aktif. Kebanyakan umat Islam hari ini, tidak mengajak akalnya bekerja. Walaupun maklumat-maklumat sudah diperolehi, akalnya tidak memproses maklumat itu, menjadikan akalnya pasif.

Pernahkah kita melihat pabrik beroperasi? Ada pabrik yang tidak menggunakan mesin. Prosesnya secara manual iaitu menggunakan tangan. Ada pabrik menggunakan mesin yang terhegeh-hegeh dan ada kilang menggunakan mesin yang canggih. Kalau secara manual, satu jam baru kuih boleh siap. Kalau menggunakan mesin canggih dalam masa satu menit bisa siap. Begitulah juga otak manusia, ada yang laju dan ada yang perlahan. Bila akal laju, dengar maklumat saja, ia bisa terus proses dan keluarkan maklumat. Akal yang perlahan, lambat memproses maklumat karena tidak dilatih. Ini sangat merugikan.

Peringkat-peringkat Akal Manusia

Akal ada banyak peringkat yaitu:

a. Genius atau dalam Bahasa Arab, 'abqari
Genius itu pula ada di pelbagai bidang. Contohnya di bidang kedokteran, ada seorang genius. Di bidang engineering, ada seorang genius. Dalam apa jua bidang, genius ini, dalam seratus tahun ada seorang. Genius itu manusia luar biasa yang bukan nabi. Genius ialah orang pertama yang membuat penemuan dalam bidang apa-apa saja. Dengan kata-kata lain, genius ialah pembuat matan. Ilmu itu betul-betul darinya. Dia originator. Kalau orang Islam, di bidang syariat, geniusnya ialah Imam Syafie dan di bidang tasawuf, Imam Ghazali.

b. Cerdik
Akal yang cerdik, bila dapat satu benda yang telah ditemui oleh orang pertama atau genius (pembuat matan), dia bisa hurai. Kalau orang pertama, dapat matan satu jilid, orang yang cerdik ini akan kaji dan hurai hingga dapat 10 jilid. Bagi orang yang tidak bersekolah, tentu menganggap orang yang bisa membuat 10 jilid itulah yang lebih bijak. Hakikatnya orang yang dapat membuat satu jilid itulah yang paling bijak karena dia seorang genius yang dapat menghasilkan matan. Yang membuat 10 jilid itu hanya menghurai.

c. Cerdik sederhana
Iaitu pembuat hasyiyah. Dari 10 jilid tadi, pembuat hasyiyah bisa hurai hingga menjadi 20 jilid. Imam Syafie mengarang kitab Al Umm menjadi satu jilid kecil (matan). Dari Al Umm, terhasil pula kitab Tuhfah dan Majmuk oleh mereka yang memiliki akal yang cerdik dan cerdik sederhana ini.

d. Sederhana
Golongan ini ramai. Mereka bisa menerima ilmu tetapi tidak pandai hendak mengeluarkannya semula. Mereka faham tetapi susah hendak keluarkan.

e. Lemah
Golongan ini hanya faham yang asas-asas. Kalau diberi lebih daripada itu, mereka jemu dan tidak bisa faham.

f. Dungu
Perkara yang asas pun susah untuk mereka faham.

Kebanyakan manusia secara umum, akalnya seperti peringkat ketiga dan keempat iaitu cerdik sederhana dan sederhana. Peringkat pertama iaitu genius hanya berlaku 100 tahun seorang. Kita bisa agak akal kita di peringkat mana. Kalau rasul, dia special case. Dia tidak bisa dikatakan genius atau abqari. Ada istilah tersendiri iaitu dia dikatakan fathonah. Selain rasul tidak boleh dikatakan fathonah walau hebat macam mana pun. Rasul special case. Otaknya bisa terima wahyu. Kalau otak biasa terima wahyu, bisa mati. Bukti Rasulullah SAW memiliki otak yang fathonah, kadang-kadang ketika sedang naik unta, datang wahyu, terduduk unta itu di atas tanah. Peluh Rasulullah keluar sebesar biji jagung. Itu pun mungkin satu dua ayat saja yang turun tetapi unta pun terduduk. Jadi kalau otak tidak seperti rasul, dapat satu ayat wahyu pun tidak ada manfaat karena bisa membawa maut.

Dalam masyarakat insan yang tidak bersatu dan tidak ada kasih sayang, ramai orang yang otaknya cerdik tetapi terbiar. Di sinilah rahasianya kemunduran umat Islam. Hari ini ada berapa ramai profesor. Orang kata profesor hebat tetapi dia jadi profesor bukan sebab dia cerdik. Otaknya sederhana tetapi dia diberi peluang. Ibu bapanya mungkin kaya atau dia dibantu oleh orang-orang tertentu. Sedangkan mungkin ada anak orang miskin yang begitu cerdik dan bijak tetapi orang tidak ambil peduli. Sekolah sampai kelas enam. Sebab itu umat Islam sudah tidak membangun sejak 700 tahun dahulu. Orang-orang cerdiknya terbiar. Ini sangat merugikan.

Banyak otak cerdik terkorban karena tidak dapat peluang. Sebab itu, tidak perlulah lihat 100 tahun yang lalu. Kita ambil bukti yang agak dekat iaitu 50 tahun lalu. Dalam bidang bahasa, tidak ramai orang Islam, khususnya orang Melayu yang jadi penulis. Hanya ada seorang iaitu Zaaba. Apakah tidak ada orang lain yang cerdik? Ada tetapi terpinggir. Masyarakat kampung tidak peduli. Sebab itu profesor ramai tetapi tidak ada seorang pun jadi penulis. Berapa ramai profesor yang ada, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa hasilkan 50 buku. Yang ada, tesisnya saja. Akhirnya umat Islam rugi. Orang Islam sekarang tidak lagi bisa mengajar dunia.

Semenjak 50 tahun yang sudah, mana ada lahir seorang pujangga selepas kematian Hamka dan Agus Salim. Kenapa? Sebab yang cerdik tidak diberi peluang. Yang berilmu sekarang ini, orang yang tidak cerdik tetapi diberi peluang. Akhirnya yang rugi adalah orang Melayu. Selepas Agus Salim, Hamka, Mustafa Abdul Rahman, mana ada penulis besar. Penulis artikel ramai tetapi penulis buku-buku tebal, tidak ada. Mana ada pengganti. Sebab orang-orang pandai sekarang bukan sebab otaknya baik tetapi sebab diberi peluang. Orang yang otaknya geliga, tidak sekolah. Dia tidak mampu. Masyarakat biarkan. Akhirnya negara yang rugi.

Bagaimana Mengasah Akal yang Lemah
Orang yang otaknya memang lemah, kalau dia mujahadah, dia belajar, dia bisa jadi pandai tetapi tidak cerdik. Cerdik itu anugerah Tuhan. Mungkin dia bisa jadi profesor.

Pandai dan cerdik itu berbeda. Pandai itu karena banyak belajar dan kumpul ilmu. Cerdik itu otak yang tajam. Orang pandai tidak semestinya cerdik. Kalau orang itu pandai dan cerdik, itu tambah hebat. Hamka tidak ada kelulusan. Agus Salim dan Mustafa Abdul Rahman juga tidak ada kelulusan. Zaaba sekedar sekolah menengah tetapi dia dapat jadi penulis. Mereka itu cerdik. Kalau diberi peluang, mereka bisa jadi pandai. Otak macam kita, kalau hendak jadi pandai, harus usaha lebih tetapi kalau otak cerdik, mengaji lebih kurang saja sudah memadai.

Mao Tse Tong, ketua komunis China yang ada dua juta pengikut hingga Barat dan Amerika terancam. Dia hanya peon (office boy). Genius otaknya. Dia jadi peon di sebuah universitas. Dia tidak ada peluang belajar. Dia hanya mencuri-curi dengar kuliah hingga akhirnya bisa mengancam Amerika dan Barat.

Kaitan Akal dengan Pancaindera
Pancaindera itu akan aktif bila akal, nafsu dan roh sudah aktif. Kalau roh tidak aktif, akal tidak berfikir, nafsu tidak bertindak, fisikal termasuk pancaindera pun tidaklah aktif sebab ia adalah rakyat atau tentara. Kalau tidak diarah, ia tidak aktif.

Kesan dari Pancaindera yang Cacat
Lihat saluran mana yang penting. Antara mata dan telinga, telingalah yang penting. Orang buta, kalau telinganya bisa dengar, dia bisa jadi pandai. Tapi kalau orang tidak bisa dengar, otak cerdik pun tidak guna sebab saluran maklumat sudah terputus. Bagi orang yang cacat mata dan telinganya serentak, itu dianggap tidak mukalaf, dia masuk Syurga percuma.

Bentuk-bentuk Ilmu
Ilmu ada dua yakni:
i. Ilmu kasbi
Yakni ilmu yang diperolehi dari hasil usaha. Harus belajar, harus mentelaah, harus berguru dan harus masuk sekolah.
ii. Ilmu wahbi
Yakni ilmu yang datang dari Tuhan, yang dianugerahkan tanpa usaha. Kalau bagi rasul, ianya wahyu. Kalau bagi wali, ia adalah ilham. Ilham itu ilmu laduni.

3. NAFSU
Nafsu peranannya berkehendak. Dia pendorong. Tanpa nafsu, manusia tidak bisa hidup sebagai manusia. Kalau nafsu itu terdidik, ia akan mendorong manusia kepada kebaikan dan kepada mentaati Tuhan. Kalau ia tidak terdidik, ia akan mendorong kepada kejahatan dan jalan syaitan. Ia akan jadi kawan dan kroni syaitan. Tuhan berfirman:

Maksudnya: "Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh kepada kejahatan." (Yusuf: 53)
Nafsu harus dididik. Nafsu adalah musuh utama manusia. Ia adalah musuh dalaman. Musuh kedua adalah syaitan. Syaitan musuh luaran. Syaitan meniti di atas nafsu. Nafsu ini ada peringkat-peringkatnya. Peringkat-peringkat nafsu ini nanti dibahas dengan lebih lanjut 'Bagaimana Mendidik Manusia.'

4. ROH
Roh itu dikatakan juga hati atau jiwa. Peranannya ialah untuk merasa. Merasa susah, senang, suka, duka, takut, cemas, bimbang, risau, resah, gelisah, gembira, sedih dan sebagainya.
Ia raja di dalam diri. Roh terbahagi kepada dua iaitu:
a. Ruhul hayah
b. Ruhul tamyiz

Ruhul Hayah
Roh ini terdapat pada semua makhluk yang bernyawa termasuk manusia, malaikat, jin, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ruhul hayah ini peranannya ialah menghidupkan.

Ruhul Tamyiz
Ia dinamakan juga ruhul amri. Ia roh yang berperanan menjadikan makhluk itu mukalaf, yakni yang bertanggungjawab untuk membangunkan syariat. Ruhul tamyiz memikul beban untuk membangunkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Makhluk yang mempunyai ruhul tamyiz termasuklah manusia, malaikat dan jin.

Roh manusia itu sensitif dan selalu berubah-ubah. Sekejap baik dan sekejap jahat. Perubahan ini berlaku terlalu cepat hingga susah kita hendak mengesannya. Sifat-sifat roh terbahagi kepada dua iaitu:
i. Sifat-sifat mahmudah (sifat baik atau positif) seperti kasih sayang, tolak ansur, zuhud, ikhlas, tawadhuk, amanah dan lain-lain.

ii. Sifat-sifat mazmumah (sifat keji atau negatif) seperti riyak, ujub, sombong, pemarah dan sebagainya.