madah hati

Ramai manusia sibuk setiap hari membersihkan dan mencantikkan diri yang lahir. Tapi anggota batinnya dibiarkan kotor dan berdaki. Padahal rusaknya kehidupan di dunia berasal dari kekotoran batin

Friday, 13 February 2009

05 ILMU ROHANI, HAKIKAT, TASAWUF SATU

Sebenarnya ilmu rohaniah itu adalah ilmu tasawuf atau dikatakan juga sebagai ilmu hakikat atau ilmu batin. Mengapa ilmu ini dikatakan ilmu rohani? Ini karena perbahasannya adalah mengenai roh.

Mengapa pula ia juga dikatakan ilmu tasawuf? Jika kita lihat perbincangan para ulama termasuk ulama modern, perkataan tasawuf itu diambil daripada bermacam-macam perkataan. Tetapi di sini saya hanya memilih salah satu daripadanya iaitu dari perkataan (syifak’) bermakna bersih atau murni. Tegasnya, ilmu tasawuf itu adalah ilmu bagaimana hendak membersihkan atau memurnikan roh (hati) atau nafsu. Agar dari dorongan hati yang bersih itu dapat membersihkan pula anggota lahir daripada melakukan kemungkaran dan kesalahan.

Oleh itu, ilmu tasawuf itu adalah ilmu mengenai cara-cara membersihkan lahir dan batin daripada dosa dan kesalahan. Bahkan kesalahan lahir ini berasal dari kesalahan batin. Dosa lahir ini berlaku setelah berlakunya dosa batin. Maka sebab itulah ia dikatakan ilmu tasawuf.

Kenapa pula ilmu ini juga dikatakan ilmu batin? Ini karena roh atau hati memang tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Ia adalah makhluk yang tersembunyi. Maka ilmu ini dinamakan ilmu batin kerana ia membahaskan tentang hati dan sifat-sifatnya yang memang tidak dapat dilihat dengan mata lahir tapi dapat dilihat oleh mata batin.

Mengikut pandangan umum masyarakat sekarang, bila disebut ilmu batin, mereka menganggap itu adalah ilmu pengasih atau ilmu kebal. Orang yang belajar ilmu batin bermakna dia belajar ilmu kebal atau belajar ilmu pengasih. Sebenarnya orang itu belajar ilmu kebudayaan Melayu, yang mana ilmu itu ada dicampur dengan ayat-ayat Al Quran. Kebal juga adalah satu juzuk daripada kebudayaan orang Melayu yang sudah disandarkan dengan Islam. Kalau kita hendak mempelajarinya tidak salah jika tidak ada unsur-unsur syirik. Tetapi itu bukan ilmu tasawuf atau ilmu kerohanian seperti apa yang kita bahaskan di sini.

Adakalanya ilmu tasawuf dipanggil juga ilmu hakikat. Ini karena hakikat manusia itu yang sebenarnya adalah rohnya. Yang menjadikan manusia itu hidup dan berfungsi adalah rohnya. Yang menjadikan mereka mukalaf disebabkan adanya roh. Yang merasa senang dan susah adalah rohnya. Yang akan ditanya di Akhirat adalah rohnya. Hati atau roh itu tidak mati sewaktu jasad manusia mati. Cuma ia berpindah ke alam Barzakh dan terus ke Akhirat.

Jadi hakikat manusia itu adalah roh. Roh itulah yang kekal. Sebab itu ia dikatakan ilmu hakikat. Oleh yang demikian apabila kita mempelajari sungguh-sungguh ilmu rohani ini hingga kita berhasil membersihkan hati, waktu itu yang hanya kita miliki adalah sifat-sifat mahmudah iaitu sifat-sifat terpuji. Sifat-sifat mazmumah iaitu sifat-sifat terkeji sudah tidak ada lagi. Maka jadilah kita orang yang bertaqwa yang akan diberi bantuan oleh Allah SWT di dunia dan Akhirat.

Kebersihan hati inilah yang akan menjadi pandangan Allah. Maksudnya, bila hati bersih, sembahyangnya diterima oleh Allah SWT. Bila hati bersih, puasanya diterima oleh Allah. Bila hati bersih, perjuangannya diterima oleh Allah. Bila hati bersih, wirid dan zikirnya diterima oleh Allah. Bila hati bersih, pengorbanannya diterima oleh Allah. Tetapi bila hati tidak bersih, seluruh amalan lahirnya tidak akan diterima. Itulah yang dimaksudkan di dalam ajaran Islam bahwa walaupun kedua-dua amalan lahir dan amalan batin diperintahkan melaksanakannya tetapi penilaiannya adalah amalan roh atau hatinya. Ini sesuai dengan Hadis yang bermaksud:

Cukup sembahyang sunat dua rakaat daripada hati yang bertaqwa.

Maknanya dua rakaat sembahyang seorang yang bertaqwa itu lebih baik daripada seorang yang banyak sembahyang tetapi hati masih kotor. Selain sembahyang itu diterima, dua rakaat sembahyang dari hati yang bertaqwa itu akan memberi kesan kepada kehidupan seseorang itu. Sembahyangnya itu bisa mencegah dirinya dari berbuat kemungkaran dan kemaksiatan, lahir dan batin.

Berdasarkan Hadis di atas, kita cukup bimbang karena selama ini kita telah mengerjakan sembahyang, sudah lama berjuang, sedikit sebanyak sudah berkorban, sudah habiskan masa untuk berdakwah, sembahyang berjemaah, ikut jema’ah Islamiah, yang mana ini semua adalah amalan lahir, rupa-rupanya Allah tidak terima semua amalan itu disebabkan hati kita masih kotor. Roh kita masih tidak bersih.

Oleh itu dalam kita menunaikan kewajiban yang lahir ini, jangan lupa kita memikirkan roh kita. Kerana roh yang kotor itulah yang akan mencacatkan amalan lahir, mencacatkan sembahyang, mencacatkan segala ibadah dan mencacatkan pahala seluruh kebaikan kita.

Cuba renung kembali Hadis yang pernah diucapkan oleh Rasulullah SAW kepada Sayidina Muaz bin Jabal.

Orang yang banyak amal ibadah, di langit yang pertama sudah tercampak amalannya. Kalaupun bisa naik, di langit yang kedua pula tersekat. Begitulah seterusnya di pintu-pintu langit yang lain hingga sampai ke pintu langit yang ketujuh, tersangkut lagi. Itu bagi orang yang beramal, masih tertolak amalannya. Bagaimana agaknya kalau orang yang tidak beramal langsung?

Mengapa amalan lahir itu tersangkut? Tersangkutnya amalan itu karena ia ada hubungan dengan penyakit batin atau roh (hati) kita yang masih kotor. Orang yang mengumpat umpamanya, karena hatinya sakit. Walaupun mengumpat itu nampaknya amalan lahir, mulutnya yang bercakap tetapi ia datang dari hati yang kotor. Sebenarnya hati itulah yang mengumpat. Hasad dengki, riyak, kibir, sombong dan sebagainya, itu semua amalan hati. Rupa-rupanya yang menghijab amalan lahir ini adalah mazmumah hati. Amalan hati (roh) ini hendaklah dijaga karena mazmumah hati inilah yang membatalkan pahala amalan-amalan lahir.

Ditegaskan sekali lagi, ilmu rohani adalah ilmu yang mengesan tabiat roh atau hati baik yang mazmumah atau mahmudahnya. Bukan untuk mengetahui hakikat zat roh itu sendiri. Hakikat roh itu sendiri tidak akan dapat dijangkau oleh mata kepala atau tidak akan dapat dibahaskan. Tetapi apa yang hendak dibahaskan adalah sifat-sifatnya saja supaya kita dapat mengenal sifat-sifat roh atau hati kita yang semula jadi itu. Mana-mana yang mahmudahnya (positif) hendak dipersuburkan dan dipertajamkan. Kita pertahankannya karena itu adalah diperintah oleh syariat, diperintah oleh Allah dan Rasul dan digemari oleh manusia. Mana-mana yang mazmumahnya (negatif) hendaklah ditumpaskan kerana sifat-sifat negatif itu dimurkai oleh Allah dan Rasul serta juga dibenci oleh manusia.

Oleh yang demikian, sesiapa yang memiliki ilmu tentang roh ini, mudahlah dia mengesan sifat-sifat semula jadi yang ada pada roh itu. Mahmudahnya dapat disuburkan dan yang mazmumahnya dapat ditumpaskan. Maka jadilah roh atau hati seseorang itu bersih dan murni.

Sedangkan hati adalah raja dalam kerajaan diri. Bila raja dalam kerajaan diri ini sudah bersih, baik, adil, takut kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul, maka sudah tentu dia akan mendorong rakyat dalam dirinya iaitu anggota (jawarih) ini untuk tunduk dan patuh kepada Allah. Mudah untuk membangunkan syariat dan Sunnah Rasulullah SAW serta mudah berbuat bermacam-macam bentuk kebaikan lagi.

Maka kebaikan anggota lahir inilah yang merupakan buah daripada kebersihan jiwa itu sendiri. Jadi kebersihan jiwa itulah pohon yang melahirkan kebaikan kepada tangan, mulut, mata, telinga, kaki dan seluruh tindakan lahir kita ini. Maka bila roh sudah baik, akan jadi baiklah seluruh lahir dan batin manusia. Bila baik lahir batin manusia, dia akan menjadi orang yang bertaqwa.

Bila dia telah menjadi orang yang bertaqwa, maka dia dapat pembelaan dari Allah baik di dunia maupun di Akhirat. Selagi belum menjadi manusia yang bertaqwa, tidak ada jaminan dari Allah akan dibela sama ada di dunia mahupun di Akhirat. Kalau sekadar menjadi orang Islam, tidak ada jaminan dari Allah untuk dibela.

Dalam Al Quran, Allah tidak mengatakan akan membela orang Islam. Tidak ada satu ayat pun yang Allah berjanji hendak membantu orang Islam. Tetapi yang ada dalam ayat Al Quran maupun dalam Hadis, Allah hanya membantu orang-orang mukmin yang bertaqwa. Jadi bila jiwa sudah bersih, maka akan bersih lahir dan batin, maknanya orang itu sudah memiliki sifat-sifat taqwa. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT dalam Al Quran:

Maksudnya: “Hendaklah kamu berbekal. Sesungguhnya sebaik-baik bekalan itu adalah sifat taqwa.” (Al Baqarah: 197)

Bila seseorang itu sudah dapat berbekal dengan sifat-sifat taqwa, maka dia akan dapat pembelaan dari Allah SWT. Pembelaan di dunia maupun di Akhirat. Sebenarnya, di sinilah rahasia kejayaan dan kemenangan umat Islam. Juga rahasia kehebatan umat Islam hingga berhasil menumpaskan musuh-musuhnya sama ada musuh lahir maupun musuh batin.

Thursday, 5 February 2009

RAHASIA KEBERHASILAN RASULULLAH

Rasulullah SAW adalah contoh segala contoh. Baginda adalah contoh dalam hal ibadah, taqwa, contoh dalam hal akhlak, perjuangan, jemaah, pengorbanan, kasih sayang, pendidikan dan sebagainya. Firman Allah SWT:

Maksudnya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..." (Al Ahzab: 21)

Mari kita gambarkan sebahagian contoh dari Rasulullah SAW itu agar dapat kita contohi. Agar dapat kita ikut serba sedikit apa yang dibuat oleh Rasulullah SAW itu. Di sini kita akan sebutkan dua perkara tentang Rasulullah SAW:

1. Rasulullah SAW tidak bersekolah

2. Rasulullah SAW diutus kepada bangsa Arab yang juga tidak bersekolah

Firman Allah SWT:

Maksudnya: "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah..." (Al Jumu'ah: 2)

Jadi gurunya tidak bersekolah, murid-muridnya pun tidak bersekolah. Guru tidak belajar, murid juga tidak belajar. Yang luar biasanya, apa yang Rasulullah SAW ajarkan kepada bangsa yang tidak ada pelajaran itu, bisa menggugat dunia. Hingga bisa jadi empayar. Apa rahasianya? Ini perkara penting yang hendak kita perkatakan.

Rasulullah SAW seorang rasul tidak pernah belajar dengan mana-mana guru. Sebab itu baginda dikatakan ummiy. Rasulullah SAW tidak menulis dan tidak membaca. Padahal agama yang terakhir di waktu itu ialah agama Islam yang dibawa oleh Nabi Isa. Artinya ulama-ulama Islam masa itu masih wujud iaitu pendeta-pendeta yang menganut ajaran Nabi Isa. Anehnya, Rasulullah SAW tidak belajar langsung dengan ulama-ulama semasa itu.

Apa hikmahnya berlaku demikian? Kalau baginda belajarlah sedikit, sekurang-kurangnya ilmu yang asas-asas, apalah salahnya. Tetapi yang asas pun tidak. Padahal agama yang akan dibawa oleh Rasulullah SAW sama dengan yang dibawa Nabi Isa terutama tentang ketuhanan. Cuma yang berbeda syariatnya saja. Ikut logiknya, apa salahnya jika Rasulullah SAW belajar sedikit dari ulama-ulama semasa itu, sedangkan agama yang hendak dibawa adalah sama.

Di antara hikmah mengapa Rasulullah SAW tidak pernah belajar ialah:

1. Kalau Rasulullah SAW pernah belajar, nanti ada musuh bisa mencela dengan menuduh Rasulullah SAW bukan dapat wahyu. Setidak-tidaknya, mereka akan kata, ilmu Rasulullah SAW itu sebenarnya separuh wahyu dan separuh lagi hasil belajar dari ulama-ulama di zaman itu. Ini bahaya terutama untuk jangka panjang. Itu pun memang ada orang Yahudi yang menuduh Rasulullah SAW pernah belajar dengan pendeta-pendeta Kristian dan Yahudi. Itulah hikmahnya Rasulullah SAW tidak belajar langsung dengan pendeta-pendeta agama Nabi Isa itu.

2. Agar nampak kebesaran Tuhan. Agar nampak Maha Besar dan Maha Kuasanya Tuhan. Betapa Tuhan mampu memberi ilmu terus kepada Rasulullah SAW tanpa perantaraan manusia. Oleh karena Rasulullah SAW tidak pernah belajar dari mana-mana guru, walaupun ada percobaan menuduh bahwa baginda pernah belajar, usaha-usaha itu gagal. Fakta sejarah yang mereka bawa jelas adalah bohong dan direka-reka. Di sinilah nampak kepada kita Maha Kuasanya Tuhan. Dia bisa mengajar langsung kepada Rasulullah SAW tanpa perantaraan manusia.

Walaupun Rasulullah SAW diutuskan untuk semua manusia, tapi awalnya baginda diutus kepada bangsa Arab. Mengapa? Rasulullah SAW diutus kepada bangsa Arab yang mundur, tidak tahu menulis, tidak tahu membaca, serta jauh daripada ilmu dan peradaban. Sudahlah begitu, mereka jahat, keras hati, pengotor, berpecah belah, suka berkelahi, bergaduh dan berperang. Selalu berlaku, dengan sebab seekor unta, mereka berperang atau bermusuhan berpanjangan sampai beratus tahun. Kalau karena bangsa atau negara, bisalah tahan. Ini karena seekor unta, bersambung permusuhan kepada anak, cucu, cicit, piut dan generasi seterusnya sehingga lahirnya Rasulullah SAW. Di waktu itu juga sudah ada dua bangsa yang maju dan berperadaban, yang menguasai Timur dan Barat iaitu Rom dan Parsi. Rom dan Parsi telah menjajah bangsa Arab. Dalam keadaan begitu, Allah utuskan Rasul kepada bangsa Arab yang lemah dan dhaif seperti digambarkan tadi.

Mengapa Allah utuskan Rasulullah SAW kepada bangsa Arab dan bukan kepada bangsa Rom dan Parsi? Hikmahnya, kalau Rasulullah SAW diutus kepada bangsa Rom dan Parsi yang sudah maju, berperadaban, pandai membaca dan menulis, sejarah akan kata, patutlah pimpinan Rasulullah SAW cepat maju, cepat berperadaban dan cepat menguasai dunia sebab Rom dan Parsi memang bangsa yang maju, pandai dan berperadaban. Nanti tidak nampaklah kebesaran Allah, Rasulullah SAW dan Islam.

Rasulullah SAW diutus kepada bangsa Arab yang jahat, keras hati, tidak tahu membaca, tidak tahu menulis, tidak berperadaban, berpecah belah tetapi baginda boleh selesaikan masalah-masalah itu dalam tempo 23 tahun. Ini tentulah luar biasa. Bangsa Arab itu telah berhasil diubah menjadi bangsa yang pandai, bertaqwa, bersatu padu, berkasih sayang, bekerjasama, dikasihi manusia, berhasil membina peradaban dan bisa menguasai manusia. Maka terlihatlah luar biasanya Tuhan, Rasulullah SAW dan Islam.

Apakah rahasia kejayaan Rasulullah itu? Mari kita belajar dari baginda. Kita sedang berhadapan dengan orang Islam, khususnya orang Melayu. Walaupun berada di dunia kemajuan, tetapi kita berhadapan dengan dunia yang paling maju. Kita tidak mampu untuk menentang kemajuan Amerika, Eropa atau Yahudi. Sudahlah begitu, kita umat Islam, selalu bergaduh dan berperang sesama sendiri. Artinya umat Islam hari ini tidak ubah seperti bangsa Arab Badwi, berhadapan dengan Rom dan Parsi di waktu itu. Jadi pemimpin-pemimpin umat Islam hari ini jika hendak bangunkan semula orang-orang Islam, mesti contohi Rasulullah SAW.

Apa yang berlaku, sehingga hari ini, tiada siapa pemimpin yang mau mengambil contoh dari Rasulullah SAW. Bahkan kebanyakannya masih mencontohi Yahudi, Amerika atau Barat. Padahal negara-negara umat Islam sudah lama merdeka. Ada yang sudah 50 tahun dan ada yang sudah 100 tahun merdeka tetapi masih hina, masih tertinggal dan masih berpecah belah karena tidak mengambil Rasulullah SAW sebagai contoh.

Apakah anak kunci kepada kejayaan Rasulullah SAW sehingga bangsa Arab yang begitu mundur, jahat dan ketinggalan waktu itu, mampu diproses hanya dalam tempo 23 tahun? Sehingga mereka dapat mengatasi Rom dan Parsi. Rahasia inilah yang perlu kita ketahui supaya dapat kita contohi untuk dapat pula kita bangunkan semula umat Islam sama ada orang Melayu, orang Arab dan lain-lainnya. Insya-Allah, jika kita contohi Rasulullah SAW, dalam masa yang pendek, kita akan dapat hasil yang sama dengan apa yang telah dicapai oleh baginda.

Coba lihat, kalau kita baca ayat-ayat Al Quran yang Rasulullah SAW guna untuk mendidik bangsa Arab, ayat pertama yang Rasulullah SAW guna, bukan ayat yang berkaitan dengan ekonomi. Baginda berjuang juga tidak bermula dari kebudayaan atau kemajuan. Tapi dimulakan dengan:

Maksudnya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu..." (Al Alaq: 1)

Dari ayat ini ada dua perkara yang penting iaitu:

1. Ilmu

2. Tuhan

Kedua-dua perkara ini digunakan oleh Rasulullah SAW untuk mendidik bangsa Arab. Iaitu Baginda beri ilmu dahulu, kemudian beri Tuhan. Bila ada ilmu maka dapat miliki Tuhan, dapat buat kemajuan dan rasa bersama serta sifat bekerjasama akan datang sendiri. Anak kuncinya adalah Tuhan. Dari membaca dapat ilmu. Dari ilmu lahir perlaksanaan. Dari perlaksanaan lahir kemajuan dan dari kemajuan, lahirlah peradaban.

Dari ayat ini, Tuhan mengajak umat Islam supaya membaca atas nama Tuhan, mencari ilmu atas nama Tuhan, melaksanakan ilmu atas nama Tuhan, buat kemajuan, bina peradaban, berekonomi, berjemaah dan bekerjasama atas nama Tuhan. Buat apa pun mesti atas nama Tuhan.

Tentang ilmu, tidak perlu kita bahas sangat. Walau tidak didorong pun, orang memang hendak pandai dan hendak belajar. Tetapi untuk beri Tuhan, itulah yang susah. Rasulullah SAW hendak beri Tuhan itu, bukan sekedar untuk aqidah cukup makan. Kita sudah belajar bahwa Tuhan wujud. Wujudnya Tuhan tidak ada permulaan, tidak serupa dengan yang baru, tidak didahului oleh tiada dan Tuhan itu berkuasa. Ini hanya aqidah untuk cukup makan.

Aqidah yang begini, apakah bisa menyebabkan orang takut dan cintakan Tuhan? Siapa bisa akui bahwa dia sudah cinta dan takut dengan Tuhan? Rasa malu, rasa hina dengan Tuhan? Merasakan Tuhan segala-galanya, hingga tanpa ada Tuhan, tidak bisa hidup? Merasa Tuhan diperlukan sepanjang masa. Tiada siapa yang merasa demikian.

Aqidah kita, kalau hanya cukup makan, ia diibaratkan seperti makan nasi tanpa lauk. Aqidah kita hanya sekedar agar jangan jadi kafir. Padahal Tuhan itu patut ditakuti dan dicintai. Sepatutnya kita rasa bahagia dengan Tuhan, rasa bahagia bersandar dengan Tuhan. Jadi yang dimaksudkan kerja hendak bagi Tuhan kepada manusia mesti sampai ke peringkat ini. Bukan sekadar beri aqidah cukup makan. Kalau aqidah cukup makan, kita akan bergaduh, berperang, tidak bisah bekerjasama, tidak bisa bersatu, tidak bisa maju dan tidak bisa tumbangkan musuh. Yang menyedihkan, hari ini, yang dikatakan ulama-ulama itu pun aqidahnya hanya sekedar cukup makan. Bagaimana mereka hendak mengajar manusia?

Kalau ulama itu aqidahnya hanya sekedar cukup makan, apa yang diberinya pada orang, apa yang diajarkan juga adalah aqidah cukup makan. Sebab itu perjuangan Rasulullah SAW ada dua peringkat yakni:

1. Perjuangkan Tuhan selama 13 tahun, padahal Tuhan itu Esa, tidak banyak.

2. Rasulullah SAW perjuangkan syariat selama 10 tahun sahaja sedangkan syariat itu beribu-ribu banyaknya.

Rasulullah perjuangkan Tuhan selama 13 tahun di era Mekah sehingga Sahabat-Sahabat takut dengan Tuhan, cinta dengan Tuhan, rasa besar dengan Tuhan, rasa bahagia dengan Tuhan dan rasa asyik berkawan dengan Tuhan. Sebab itu pengaruh dunia langsung tidak masuk ke hati mereka. Karena itulah mereka bisa bersatu, bekerjasama, sanggup jual seluruh dunianya untuk Tuhan. Mereka rasa cukup apabila dapat Tuhan. Yang lain jadi kecil.

Bila takut dengan Tuhan, semua dikorbankan. Karena cintakan Tuhan maka mereka tidak terpengaruh dengan cinta dunia, cinta duit atau cinta pangkat. Oleh karena sudah tidak hendakkan dunia karena Tuhan, Tuhan beri mereka dunia. Ini rahasianya. Selagi umat Islam cinta dunia, mereka bukan saja akan bergaduh, berebut sesama sendiri, bahkan dengan anak isteri pun bisa bergaduh. Karena harta bergaduhlah adik-beradik. Inilah akibatnya bila cinta Tuhan sudah beralih kepada cinta dunia. Sebab itu Tuhan tidak serahkan bumi ini kepada orang Islam, tetapi diberi kepada orang kafir. Biarlah orang kafir bergaduh pasal dunia.

Jadi rahasia agar umat Islam berwibawa dan dapat kuasai dunia ialah kita mestilah takut dan cinta pada Tuhan. Untuk didik orang agar takut dan cintakan Tuhan itu bukan bisa dibuat oleh sebarang pemimpin. Kalau zaman dahulu Rasul saja yang buat kerja ini. Selepas itu, mujaddid saja yang mampu buat. Sebab itu, dengan rahmat Tuhan, di setiap awal kurun, ada mujaddid. Bila datang awal kurun, umat Islam wajib cari pemimpin mujaddid ini. Bila jumpa, mesti taat padanya sebab hendak bersandar dengan ulama sudah tidak bisa sebab ulama pun aqidahnya hanya cukup makan.

Jadi rahasia umat Islam hendak bangun semula, jangan mulakan dengan ekonomi atau dengan kemajuan, tapi mestilah bermula dengan memberi Tuhan. Beri Tuhan sampai datang rasa takut dan cintakan Tuhan. Anak kuncinya adalah Tuhan. Dapat Tuhan, dapat segala-galanya. Dapat Tuhan, Tuhan akan serah dunia. Buktinya orang Arab, bila dapat Tuhan maka mereka dapat kekuatan luar biasa. Akhirnya dapat menjadi empayar dunia. Inilah yang sudah dilupakan umat Islam. Mereka berjuang bermula dari ekonomi, bukan bermula dari mendapat Tuhan.

Wednesday, 4 February 2009

APAKAH YANG KITA PERJUANGKAN..?

Alhamdulillah, diwaktu ini ramai kita melihat orang-orang perseorangan, jemaah, partai dan kumpulan-kumpulan yang memperjuangkan Islam dalam berbagai bentuk dan ragamnya. Ramai yang mengakui mereka itu pejuang-pejuang Islam.

Ada yang memperjuangkan Islam di bidang politik. Mereka mau partai mereka memegang tampuk pimpinan negara. Mereka mau hukum hudud dilaksanakan. Ada yang memperjuangkan Islam di bidang ekonomi. Mereka mau tegakkan sistem perbankan Islam, sistem takaful Islam, sistem pinjaman uang dan pembelian secara Islam dan sebagainya. Ada yang memperjuangkan Islam di bidang ibadah. Mereka maukan semua orang datang ke masjid dan surau untuk beribadah dan untuk menegakkan sunnah terutama di bidang ibadah. Mereka mau orang berusaha untuk mengejar pahala dan fadilat. Ada yang memperjuangkan Islam di bidang ilmu. Buka sekolah, madrasah, college dan universitas Islam supaya ilmu Islam dapat dikembangkan dan berbagi-bagi lagi.

Namun semua ini tertumpu kepada hal-hal syariat. Semuanya tertumpu kepada soal lahir. Hudud, ekonomi, ibadah dan ilmu itu semuanya adalah soal lahir dan soal syariat belaka.

Orang-orang dan kumpulan-kumpulan ini nampak gigih berjuang. Mereka seolah-olah berada dimana-mana. Tetapi mereka tidak sadar bahwa perjuangan mereka itu, walaupun dibuat di atas nama Islam, sangat jauh tersimpang dari kehendak Tuhan. Ia jauh tersimpang dari cara Rasulullah SAW berjuang. Perjuangan mereka bukan saja tidak lengkap, tidak bulat dan tidak syumul, malahan ia telah lari dari matlamat perjuangan sebenar sepertimana yang Rasulullah ajar kepada kita.

Agama yang Rasulullah bawa terdiri dari tiga perkara pokok, iaitu:

• Iman • Islam • Ihsan

Iman itu ialah aqidah. Islam itu ialah syariat. Ihsan itu ialah tasawuf. Oleh itu, kalau kita perjuangkan Islam saja iaitu syariat, apa pula halnya dengan iman dan ihsan. Dimana aqidahnya. Di mana pula tasawufnya. Syariat tanpa aqidah dan tasawuf tertolak. Tuhan tidak terima. Agama itu bukan syariat saja. Ia merangkumi juga aqidah dan tasawuf. Lebih-lebih lagilah aqidah sebab ia soal pokok. Memperjuangkan syariat semata-mata tanpa aqidah belum bisa dikatakan memperjuangkan agama.

Perjuangan agama mesti dimulakan dengan iman atau aqidah. Iman dan aqidah adalah soal ketuhanan. Oleh itu, perkara pertama di dalam memperjuangkan agama ialah memperkenalkan Tuhan kepada manusia, supaya manusia kenal Tuhan. Supaya manusia cinta dan takut dengan Tuhan. Apabila manusia sudah cinta dan takut dengan Tuhan, syariat mudah ditegakkan. Tidak perlu diperjuangkan sangat. Sudah tentu orang yang cinta pada Tuhan akan suka melaksanakan apa saja yang Tuhan suruh. Sudah tentu juga, orang yang takut pada Tuhan tidak akan mahu melanggar perintah dan larangan Tuhan.

Tujuan agama bukan syariat. Tujuan agama ialah Tuhan. Khususnya mendapat redha, rahmat, kasih sayang dan keampunan Tuhan. Hanya dalam kita hendak menyembah, mengabdi diri, berbakti dan membesarkan Tuhan, kita tidak boleh memandai-mandai dan mencipta cara kita sendiri. Itu sebabnya syariat diturunkan. Syariat adalah jalan atau cara untuk kita menyembah, membesar dan mengagungkan Tuhan sepertimana yang Tuhan mau.

Tidak bisa kita memperjuangkan agama tanpa kita perjuangkan Tuhan dan mempromosikan Tuhan kepada manusia. Tidak bisa kita perjuangkan syariat tanpa kita perjuangkan Tuhan terlebih dahulu. Nanti akan terjadi dalam perjuangan kita itu tidak ada Tuhan. Dalam pemerintahan kita, tidak ada Tuhan. Dalam hukum hudud kita, tidak ada Tuhan. Dalam ibadah kita, tidak ada Tuhan dan dalam ilmu kita juga tidak ada Tuhan. Takut-takut nanti kita membesarkan syariat tetapi tidak membesarkan Tuhan.

Orang yang hendak Islam dan orang yang hendak Tuhan tidak sama. Orang yang memperjuangkan Tuhan akan dapat Islam karena Islam itu Tuhan punya. Akan tetapi, orang yang memperjuangkan Islam belum tentu akan dapat Tuhan.

Perjuangan yang tidak ada Tuhan di dalamnya ialah perjuangan ideologi, bukan perjuangan agama. Dalam perjuangan ideologi memang tidak ada Tuhan. Oleh itu, kalau dalam perjuangan kita tidak ada Tuhan, maka samalah perjuangan kita itu dengan perjuangan komunis, sosialis dan demokrasi. Dalam perjuangan agama, mesti ada Tuhan. Malahan dalam perjuangan agama, soal Tuhan adalah soal pokok. Soal syariat, sama ada syariat lahir atau syariat batin (tasawuf), ia jatuh nomor dua.

Jangan kita gunakan hujah bahwa umat Islam sudah kenal Tuhan. Itu sebab mereka Islam. Oleh itu tidak perlu lagi kita bawa mereka kepada Tuhan. Umat Islam hanya perlu memperjuangkan dan menegakkan syariat saja.

Hujah itu tidak masuk akal dan sangat jauh dari realitas. Siapa kata umat Islam sudah kenal Tuhan? Siapa kata umat Islam itu Islam karena mereka kenal Tuhan? Orang yang benar-benar kenal Tuhan tidak akan berperangai dan berwatak seperti kebanyakan umat Islam yang ada pada hari ini. Coba kita tanya, berapa persen umat Islam yang bersembahyang. Sedangkan meninggalkan sembahyang dengan sengaja itu kufur hukumnya. Dan orang yang meruntuhkan sembahyang itu sebenarnya meruntuhkan agama. Sadarlah kita bahwa lebih dari 75% umat Islam tidak sembahyang lima waktu secara tetap dan istiqomah? Sadarkah kita bahawa 75% umat Islam kerjanya hari-hari ialah meruntuhkan Islam karena mereka meruntuhkan sembahyang? Inikah orangnya yang kenal Tuhan? Inikah orangnya yang hendak kita harapkan untuk menegakkan syariat?

Coba pula kita lihat berapa banyak umat Islam yang terjebak dan terlibat dengan bermacam-macam bentuk maksiat. Baik narkoba, minum arak, pergaulan bebas lelaki perempuan, berjudi, berzina, rogol, buang anak, membunuh, mencuri, merampok, pecah rumah, pop, rock, metal dan sebagainya. Inikah kerja umat yang kenal Tuhan? Inikah umat yang layak dan mampu menegakkan syariat?

Percaya Tuhan itu lain. Kenal Tuhan itu lain.

Memang umumnya umat Islam percaya Tuhan. Tetapi berapa keratkah umat Islam yang kenal Tuhan. Sekedar percaya Tuhan, orang Nasrani pun percaya Tuhan. Orang Yahudi pun percaya Tuhan. Malahan orang Hindu pun percaya Tuhan. Sekedar percaya Tuhan saja tidak cukup untuk membina aqidah dan pegangan. Tanpa aqidah dan pegangan, jangan kata hendak menegakkan seluruh syariat, hendak mengamalkan fardhu ain atas diri sendiri pun susah. Hendak mengelak dari melakukan dosa dan maksiat lebih-lebih lagi susah.

Orang yang kenal Tuhan ialah orang yang arifbillah. Dia bukan sekedar tahu sifat-sifat Tuhan tetapi dia merasa bertuhan. Sifat-sifat Tuhan itu tertanam dan mencengkam hati sanubari dan perasaannya. Di mana saja dia pergi dan apa juga yang dia buat, dia sentiasa merasa Tuhan melihatnya, mendengarnya dan mengetahui segala apa yang terdetik di hatinya. Dia rasa hebat, gerun, malu, berdosa dan lemah di sisi Tuhan.

Orang seperti ini saja yang mampu menegakkan syariat. Orang seperti ini saja yang ada kekuatan untuk menegakkan syariat. Orang seperti ini saja yang akan diberi hidayah dan taufik dan yang akan dibantu oleh Tuhan.

Orang yang hanya sekedar percaya dan tahu sifat-sifat Tuhan, mereka ini orang-orang yang lemah aqidah. Mereka dicorak oleh suasana. Mereka tidak mampu mencorak atau mengubah suasana. Kalau suasana rosak, mereka ikut rosak. Mana mungkin orang macam ini dapat menegakkan syariat. Kerja menegakkan syariat ini kerja berat walaupun syariat yang hendak ditegakkan itu syariat yang ringan saja. Janganlah bicara pasal hudud. Itu sangat berat. Hendak tutup aurat dan pakai kerudung pun mereka tidak mampu. Hendak berhenti menghisap rokok pun payah.

Rata-rata umat Islam adalah Islam tradisi. Mereka Islam karena mak ayah dan datuk nenek mereka Islam. Mereka jadi Islam secara tidak sengaja, sadar-sadar saja sudah Islam. Islam mereka bukan di atas kesadaran atau pilihan hati. Mereka tidak kenal Tuhan. Tidak heranlah mereka tidak kenal syariat. Halal haram pun mereka tidak tahu.

Jelaslah bahwa untuk memperjuangkan agama, Tuhan mesti diperjuangkan dahulu. Tuhanlah tujuan kita dan Tuhan lah yang akan memimpin dan menolong kita. Syariat bukan matlamat. Syariat hanya cara, jalan dan kaedah. Apa gunanya kita memperjuangkan cara dan kaedah kalau ia tidak membawa kita kepada Tuhan. Bukankah tujuan kita beragama untuk mendapat Tuhan?

Disamping itu, perjuangan agama bukan saja untuk umat yang sudah Islam. Ia juga untuk manusia yang belum Islam. Oleh itu, kalau syariat sajalah yang kita perjuangkan, bagaimanakah orang bukan Islam dan orang-orang kafir akan tertarik dengan Islam? Fitrah manusia tidak tertarik dengan syariat. Malah sesetengah syariat itu dipandang payah, susah dan menakutkan. Fitrah manusia inginkan Tuhan. Setelah betul hubungan manusia dengan Tuhan dan setelah manusia benar-benar kenal, cinta, takut dan beriman dengan Tuhan, barulah mereka akan mampu menerima syariat walaupun payah dan susah. Bukan senang hendak sembahyang, bukan senang hendak bayar zakat, bukan senang hendak menerima hukum hudud dan sebagainya. Sampai berkhatan pun ramai orang bukan Islam takut.

Kalau memperjuangkan syariat salah dan memperjuangkan Islam pun salah, jadi apakah sebenarnya yang patut kita perjuangkan? Tuhan mau kita perjuangkan kebenaran. Rasulullah juga mengajar kita memperjuangkan kebenaran. Yang perlu kita tegakkan bukan sekedar syariat, bukan sekedar Islam tetapi kebenaran.

Apakah maksud memperjuangkan kebenaran? Memperjuangkan kebenaran bermula dengan memperjuangkan Tuhan. Mengajak manusia kepada Tuhan. Mengajak manusia merasa kebesaran dan keagungan Tuhan. Mengajak manusia kepada rasa bertuhan dan rasa kehambaan. Mengingatkan manusia bahwa Tuhan itu adalah segala-galanya. Kita perlu wujudkan dan betulkan hubungan kita dengan Tuhan. Di antara lain kita perlu kenal, beriman, yakin, tawakal, bergantung harap, berserah diri, taat, patuh, baik sangka, cinta dan takut dengan Tuhan.

Termasuk juga memperjuangkan kebenaran ialah memperjuangkan segala perintah Tuhan baik yang berbentuk suruhan ataupun larangan, hukum hakam, peraturan dan segala sistem yang Tuhan telah tetapkan di dalam semua aspek kehidupan. Ini termasuklah dalam ibadah, pentadbiran, perundangan, pendidikan, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

Kemudian ialah memupuk perpaduan, kasih sayang, rasa bersama dan bekerjasama, keharmonian, saling bertolong bantu dan bela-membela sesama manusia. Juga kita perlu perjuangkan akhlak dan budi pekerti manusia.

Inilah kebenaran dan inilah yang mesti diperjuangkan. Bila disebut kebenaran, ada Iman didalamnya, ada Islam di dalamnya, ada Ihsan di dalamnya. Dalam arti kata yang lain, ada aqidah didalamnya, ada syariat didalamnya dan ada tasawuf di dalamnya. Maka lengkap dan syumullah perjuangan itu. Kalau agama diperjuangkan secara serpihan dan tidak mengikut cara dan kaedah perjuangan Rasulullah, sudah pasti ia akan gagal. Yang lebih bahaya lagi, ia akan melahirkan lebih banyak kerusakan dari kebaikan. Orang yang memperjuangkan syariat tanpa Tuhan, kalau dia berwatak pasif, dia akan jadi beku dan jumud. Kalau dia berwatak agresif, dia akan jadi kasar dan militan. Walau apa pun, kedua-duanya tidak betul dan menyalahi kehendak Tuhan.

Agama Islam itu agama kebenaran. Memperjuangkan agama Islam itu adalah memperjuangkan kebenaran. Kebenaran adalah dari Tuhan. Oleh itu dalam hendak menegakkan agama Islam, Tuhan tidak boleh diketepikan. Tidak akan ada kebenaran kalau tidak ada Tuhan.

Tuesday, 3 February 2009

TERBATASNYA KEHEBATAN AKAL

Akal manusia memang hebat. Dengan akal, meningkat derajat dan kemuliaan manusia. Karena akal, manusia bisa mengatasi dan menguasai makhluk-makhluk lain yang tidak berakal. Dengan akal, manusia menguasai alam jamadat. Dengan akal, manusia menguasai alam nabatat. Dengan akal, manusia menguasai alam hewanat.

Dengan akal juga, manusia meneroka lautan yang luar dan dalam. Dengan akal, manusia mengeluarkan segala khazanah dari perut bumi. Dengan akal, manusia dapat meneroka angkasa lepas.

Pendek kata, dengan akal, manusia menjadi raja di alam yang lahir ini. Semua ciptaan lahir ini seolah-olah tunduk kepada kehendak dan kemauan akal manusia.

Tetapi di situ sajalah terhentinya kehebatan akal. Di alam jin contohnya, akal manusia tidak mempunyai banyak pengaruh. Bangsa jin tidak berapa peduli sangat dengan manusia ini. Jin, jin punya hal, manusia, manusia punya hal. Baik tak baik, jin bisa khianat pada manusia. Akal manusia tidak dapat berperanan di alam jin. Alam jin bukan lagi alam lahir. Alam jin tidak masuk akal. Tidak logik. Bagaimanakah akal dapat berperanan di alam yang tidak masuk akal?

Lebih-lebih lagilah, akal tidak dapat berperanan di alam-alam yang lebih tinggi. Akal tidak dapat meneroka alam jabarut. Akal tidak dapat meneroka alam malakut. Akal tidak dapat meneroka alam lahut. Akal tidak dapat meneroka alam barzakh, alam Akhirat dan sebagainya. Bukan saja alam-alam ini tidak masuk akal, akal pun tidak dapat masuk ke dalam alam yang seperti ini.

Kalau dalam alam-alam seperti ini pun akal tidak dapat masuk dan tidak bisa berperanan, apakah halnya pula dengan perkara yang bukan alam. Karena segala alam itu adalah ciptaan. Dalam banyak alam yang dicipta pun, akal tidak dapat berperanan, inikan pula dalam hal yang bukan alam khususnya dalam hal keTuhanan. Karena Tuhan itu bukan alam. Alam itu ialah segala sesuatu selain Tuhan.

Oleh itu, kalau manusia hidup semata-mata dengan akal, maka dia akan terpenjara dan tidak akan dapat keluar dari alam yang lahir ini. Dia tidak akan dapat terlepas dari hal-hal jamadat, hal-hal nabatat, hal-hal hewanat dan hal-hal yang bersabit dengan kehidupan lahiriah manusia. Dia akan jadi budak dunia.

Kalau manusia hidup hanya dengan melibatkan hal dan keperluan lahiriah mereka semata-mata, maka tidak jauhlah derajat manusia itu dengan hewan. Itulah sebenarnya konsep hidup hewan. Memuaskan keperluan lahir semau-maunya. Apalah gunanya kalau manusia bisa menguasai hewan kalau dia pun seperti hewan juga.

Hewan bukan makhluk yang bermusafir di dunia ini. Dunia ini permulaan dan terakhir baginya. Bagi manusia pula, dunia ini hanya buat sementara. Perjalanan manusia lebih jauh. Manusia datang ke alam syahadah ini dari alam roh. Manusia akan berhijrah lagi ke alam yang lebih tinggi dan lebih seni. Iaitu alam barzakh dan alam akhirat. Mau pergi harus pergi, tak mau pergi pun harus pergi. Sudah bersedia harus pergi, belum bersedia pun harus pergi. Dia macam satu paket. Bila mulai harus ikut sampai habis.

Kalau selama ini hanya akal saja yang berperanan dalam hidup manusia dan justru itu manusia terpenjara di alam syahadah atau alam dunia ini, bagaimanalah dia akan hidup di alam barzakh dan di alam Akhirat. Tidakkah dia akan terkejut bila melihat adanya alam yang lebih seni dan lebih luas dari alam dunia yang selama ini dikenalinya dan direbut-rebutkannya. Tidakkah dia akan jadi seperti katak di bawah tempurung.

Bila terangkat tempurung, baru dia sadar akan adanya alam yang lebih besar dan lebih luas dari apa yang selama ini wujud di dalam tempurungnya. Bila datang maut baru dia sadar akan adanya alam yang lebih luas dari alam dunia ini. Orang akal tak ubah seperti katak di bawah tempurung.

Begitulah hakikat orang akal yang menjadi budak dunia. Bila terlepas dari dunia, dia akan menjadi pelarian di alam Akhirat. Di alam Akhirat, akal tidak berguna. Akal tidak bisa berfungsi. Akal akan kaku dan beku. Kalau di dunia akal ligat berputar, di alam Akhirat, dia seperti tidak wujud.

Itulah sebabnya Islam melarang kita menjadi orang akal semata-mata iaitu orang yang hanya menggunakan akal dalam segala hal dan masalah, dan menggunakan ukuran dan nilai akal dalam semua perkara. Kalau tidak masuk akal, tolak. Kalau tidak logik, tidak mau terima. Tidak mau beriman dan percaya dengan perkara-perkara ghaib yang tidak masuk akal. Semuanya harus ditapis dengan akal. Wahyu pun hendak diakalkan. Ada wahyu yang sesuai, ada yang tidak. Ada yang positif dan ada yang negatif. Alam barzakh, alam Akhirat, jin dan malaikat, semua tidak bisa diterima sebab tidak masuk akal. Sampai Tuhan sendiri pun hendak ditapis dengan akal juga. Kalau tak logik, tak mau akui bahwa Tuhan itu wujud.

Coba bayangkan. Allah yang cipta akal. Allah yang mengurniakan akal itu kepada manusia. Akal itu juga hendak digunakan untuk menafikan kewujudkan Allah. Inilah logik akal yang kita tidak tahu di mana logiknya.

Manusia sering menganggap mampunya akal mengendalikan dan menggunakan logik itu satu kelebihan. Sebenarnya ia satu kelemahan. Ia satu “limitation”. Ia mengecilkan skop jangkauan dan menyempitkan pandangan manusia. Logik hanya satu asas dari asas-asas ciptaan. Banyak lagi asas-asas ciptaan yang tidak logik. Oleh itu, akal hanya mampu meneroka sebahagian kecil dari rahasia dan ilmu ciptaan Tuhan.

Satu persoalan yang perlu ditanya kepada orang akal, mestikah segala apa yang Allah cipta itu logik. Tak bolehkah Allah mencipta benda yang di luar logik. Tidakkah kita sadar bahwa kalau semua ciptaan Tuhan itu terpaksa bersandar kepada logik, maka lemah sangatlah Tuhan. Takkanlah Tuhan pun tertakluk kepada logik walhal logik itu sendiri pun Tuhan yang cipta. Kalau Allah bisa mencipta benda yang logik, sudah tentu Allah akan mencipta juga benda atau perkara yang tidak logik sebab adalah sunnah Allah untuk mencipta sesuatu itu berpasang-pasang. Kalau ada yang logik, mesti ada yang tidak logik. Kalau tidak manusia akan kata Allah itu lemah. Allah bisa mencipta yang logik saja. Yang tak logik, tak bisa.

Kalau apa yang Allah cipta itu logik, maka ia bisalah dikendalikan oleh akal. Memang itu permainan akal. Sebaliknya, kalau apa yang Allah cipta itu tidak logik, tidak bermakna perkara itu tidak wujud. Ia hanya bermakna bahwa akal bukan alat untuk mengendalikannya. Perkara yang seni, halus dan tidak logik tidak dapat diteroka oleh akal. Ia haruslah diserah kepada roh atau hati. Perkara yang tidak masuk akal bisa jadi bisa masuk hati. Orang Islam rnesti hidup roh dan hatinya.Tidak cukup orang Islam itu hanya menjadi orang akal. Dia mesti juga menjadi orang rohani. Barulah dia akan dapat faham dan yakin dengan perkara-perkara yang tersirat dan maknawi dan perkara-perkara yang ghaib dan tersembunyi yang di luar logik.

Orang akal dinamakan juga orang dunia. Ini karena orang yang menggunakan akal semata-mata tidak dapat meneroka alam lain selain alam dunia. Orang akal dikenali juga sebagai orang sekular. Kerana sekularisme bermaksud "dunia untuk dunia "atau "dunia habis di dunia ". Sekularisme tidak mengaitkan hal dunia dengan Akhirat. Fahaman sekularisme menafikan adanya Akhirat.

Ilmu orang akal sebenarnya cetek dan tidak sehebat mana. Hanya sekedar ilmu lahiriah dan ilmu dunia saja. Ilmu orang rohani lebih seni, lebih tinggi dan lebih dalam. Ilmunya sampai kepada hakikat sesuatu perkara. Orang akal ibarat kanak-kanak. Mampu membina jembatan di antara dua benua, sudah melonjak-lonjak dengan kemegahan. Orang rohani mampu membina jambatan di antara dua alam tetapi tetap merendah diri, tawadhuk dan malu dengan Tuhan.

Hasil kerja orang akal juga tidak ke mana. Bina punya bina, bina punya bina, satu hari nanti akan runtuh musnah menjadi debu. Itulah nilai akhir hasil kerja orang akal. Semuanya akan jadi debu. Hasil kerja orang rohani kekal abadi sampai Akhirat. Tidak ada yang sia-sia. Segala nikmat dari kerja-kerja orang rohani dapat dirasai sampai ke Akhirat.

Hasil kemajuan dan peradaban lahiriah orang akal rusak-merusakkan, mudharat-memudharatkan. Bisalah hidup enak sedikit tetapi rusak kemanusiaan, rusak keinsanan. Hati-hati manusia penuh dengan kejahatan dan kekejian. Manusia berkrisis, bergaduh, bunuh-membunuh. kerusakan berleluasa. Hilang ketenangan. Hilang kasih sayang. Hilang kebahagiaan. Manusia berupa manusia tetapi berwatak hewan.

Orang rohani membina kemajuan hati. Insan manusia terbina. Manusia berakhlak dan berkasih sayang. Hati-hati manusia berpaut dengan Tuhan. Manusia hidup tenang, aman dan damai. Bela-membela dan bantu-membantu. Di dunia lagi telah terasa keindahan syurga.

Bukan itu saja. Akal orang rohani juga lebih hebat dari akal orang akal. Orang rohani tidak bermakna dia tidak berakal. Malahan akalnya lebih terang, lebih tajam dan lebih memancar karena rohaninya yang bercahaya. Bukankah ini aneh dan mengherankan. Orang yang mengaku dia orang akal tetapi akalnya tak seberapa kalau dibandingkan dengan akal orang rohani. Orang akal hanya mampu membina dunia. Tapi orang rohani mampu mengakhiratkan dunia. Ini jauh lebih rumit dan susah dari membina dunia semata-mata.

Akal sebenarnya sangat berbahaya kepada manusia terutama kalau ia dilepas berperanan secara bebas tanpa kawalan. Akal yang tidak terkawal akan menafikan perkara ghaib termasuk Akhirat. Malahan di ujungnya nanti, dia akan menafikan Tuhan. Akan digantikannya Akhirat dengan dunia dan Tuhan itu dengan "nature". Akal tidak tahu selain daripada itu.

Oleh itu akal mesti ditundukkan. Ia mesti duduk di bawah hati. Akal mesti dikawal oleh hati. Akal mesti tunduk kepada hati. Barulah akal itu boleh menjadi alat untuk melaksanakan segala kehendak dan perintah hati. Bukan akal yang sepatutnya memerintah diri manusia sebab dia bukan raja. Raja dalam diri manusia itu ialah hati.

Akal bukan untuk mencipta perundangan, sistem, ideologi atau cara hidup bagi manusia. Itu semua telah ditetapkan oleh Allah di dalam Al Quran dan As Sunnah. Allah mengurniakan akal hanya saja untuk melaksanakan segala suruhan dan hukum-hakam yang sudah Allah tetapkan. Akal hanyalah pelaksana. Kerja akal ialah untuk menterjemah segala suruhan Allah kepada realiti dalam kehidupan.

Justru itu, peranan roh dan hati mesti ditingkatkan. Roh yang lemah mesti dikuatkan. Jiwa yang mati mesti dihidupkan. Hati yang buta mesti dilihatkan. Kalau rohani lemah, akal akan menuntut kebebasan. Akal yang bebas akhirnya akan dipengaruhi oleh nafsu. Gandingan akal dengan nafsu ini ibarat api yang menyemarak di hutan yang kering. Selagi ada hutan, selagi itulah dia akan membakar. Lebih tebal hutan, lebih semarak lagi apinya.

Kuatkan rohani dengan memperbaiki diri. Bertaubatlah dari segala dosa dengan taubat nasuha. Bersihkan hati dari segala sifat mazmumah yang keji. Dari hasad dengki, tamak haloba, pemarah, bakhil, ego, sombong, angkuh, riya dan sebagainya.

Hiasilah hati dengan segala sifat mahmudah. Dengan sifat pemurah, pemaaf, rendah diri, tawadhuk, lapang dada dan sebagainya. Bersihkan fitrah kita hingga ia kembali kepada keadaan asal semulajadinya yang suci-murni. Yang kenal Tuhannya dan yang cintakan segala kebaikan dan keluhuran. Kekang nafsu amarah dan didiklah ia hingga ia dapat meningkat ke peringkat nafsu yang lebih tinggi, setidak-tidaknya ke peringkat "mulhamah" dan kalau boleh ke peringkat "muthmainnah".

Untuk itu semua, kita perlu kembali kepada Tuhan. Kita perlu menyembahnya. Kita perlu bersembahyang atau bersolat. Karena dalam solat itu sedia tersusun, segala rukun untuk meningkatkan roh dan memperbaiki diri. Dalam solatlah kita belajar merasa bertuhan. Dalam solatlah kita belajar merasakan diri kita ini hamba. Solat adalah pintu masuk ke alam rohani.

Monday, 2 February 2009

BACALAH ATAS NAMA TUHANMU

Umat manusia di akhir zaman, baik yang Islam, bukan Islam, pemimpin, ulama maupun rakyat jelata, semuanya sudah jauh daripada matlamat (tujuan) hidup sepertimana yang dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan sekadar disebut-sebut di lidah saja, bukan dari hati yang penuh cinta dan takutkan-Nya. Islam hanya sebagai slogan bukan untuk diamalkan.

Karena itulah kemurkaan Tuhan pun datang ke atas kehidupan manusia dalam berbagai-bagai bentuk dan sangat menakutkan. Ia terjadi dengan tujuan hendak menghukum manusia ataupun hendak menyadarkan manusia. Ia mengingatkan manu­sia agar kembali kepada Tuhan.

Namun demikian manusia masih dengan halatuju hidup yang sama dan enggan kembali kepada Tuhan. Buktinya apabila hendak menyelesaikan sesuatu masalah manusia merujuk dengan akal semata-mata, bukan merujuk kepada wahyu dari Tuhan.

Apabila manusia mengingkari Tuhan

Al Quran memaparkan kedegilan umat-umat para rasul dan nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Umat Nabi Nuh, umat Nabi Idris, umat Nabi Musa, umat Nabi Lut, umat Nabi Isa dan lain-lain begitu ingkar dengan rasul mereka dan Tuhan. Sedangkan Tuhan sudah hukum, sudah datangkan berbagai-bagai bencana, namun mereka tidak sadar dan tidak insaf juga. Bahkan mereka makin memusuhi para rasul dan nabi.

Rupa-rupanya apa yang berlaku sekarang, watak manusia sama saja. Kalau dulu degil, sekarang pun degil. Kalau dulu mereka mengancam orang yang membawa mesej dari Tuhan, sekarang juga berlaku penentangan terhadap kekasih-kekasih Tuhan. Baik secara sadar atau secara tidak sadar, manusia kini juga sangat mendurhakai Tuhan.

Bahkan pada pandangan saya, sebahagian umat kini lebih jahat dari umat dahulu. Mengapa? Orang dulu buat jahat tidak dikait­kan dengan Tuhan, tidak dikaitkan dengan Islam. Sekarang ada yang buat jahat dengan menjual nama Islam dan nama Tuhan. Islam dikedepankan hanya dari segi percakapan, tetapi perbuatan mereka sangat bertentangan dengan ayat Tuhan. Hasilnya orang awam dan orang yang jahil tentang Islam jadi terkeliru. Dulu orang tidak terkeliru. Contoh, Namrud menentang Islam bukan atas nama Islam. Abu Jahal menentang Islam pun bukan juga atas nama Tuhan.

Pada saya maksiat paling besar di akhir zaman adalah apabila orang buat jahat atas nama Islam, orang buat ingkar atas nama Tuhan dan orang menghancurkan Islam atas nama Islam. Inilah bala akhir zaman dan inilah dia pancaroba akhir zaman.

Karena itulah di kurun ini Tuhan akan utuskan orang-Nya. Iaitu pemimpin dari Tuhan dan pengikut-pengikut pemimpin itu juga dari Tuhan, untuk memperbaiki apa yang ada sekarang. Me­reka akan menunjukkan jalan menuju Tuhan melalui syariat Tuhan.

Bacalah atas nama Tuhan

Sekiranya umat Islam ikhlas dalam segala hal, di dalam kehi­dupannya maka cara hidup, cara berkemajuan, cara membangun, cara berjuang adalah mudah dan indah saja. Tuhan berfirman di dalam surah Al ‘Alaq:

Maksudnya: “Hendaklah kamu membaca atas nama Tuhanmu yang menciptakan.” (Al ‘Alaq: 1)

Mengapa di dalam ayat ini Tuhan tidak berkata, hendaklah kamu maju atas nama Tuhan? Mengapa Tuhan tidak berkata, berjuanglah atas nama Tuhan? Mengapa Tuhan tidak berkata, hiduplah atas nama Tuhan, membangunlah atas nama Tuhan, berekonomilah atas nama Tuhan? Mengapa Tuhan memilih perkataan, “Bacalah atas nama Tuhanmu?”

Di sini ada dua perkara yang akan dibahaskan iaitu:

1. Baca

2. Atas nama Tuhan

1. Baca

Bila kita gunakan falsafah akal, membaca maksudnya belajar. Tuhan kata belajar, karena dengan belajar dapat ilmu. Dari ilmu kita bisa membangun. Tanpa ilmu tidak bisa membangun. Tanpa ilmu, kita tidak bisa berjuang. Tanpa ilmu, tidak bisa maju. Tanpa ilmu, kita tidak bisa bangunkan pendidikan. Itulah sebenarnya maksud bacalah yang diperintahkan Tuhan melalui ayat ini.

Artinya Tuhan pilih perkataan yang paling tepat tetapi isinya syumul, menyeluruh dan global. Semuanya bersumber dari situ. Hendak maju dari ilmu, hendak berjuang dengan ilmu, hendak bangunkan ekonomi, pun dengan ilmu. Pendidikan dan kebu­dayaan juga dibangunkan dengan ilmu. Ilmu diperolehi dari membaca dan belajar.

Fahamlah kita kalau digunakan perkataan, ‘Hendaklah kamu membangun atas nama Tuhan,’ itu tidak syumul. Begitu juga perkataan berjuang atas nama Tuhan dan lain-lainnya. Tetapi apabila Tuhan mengambil perkataan, ‘Hendaklah kamu baca atas nama Tuhan,’ barulah syumul. Hasil membaca, kita mendapat ilmu dan jadi pandai, bisa membangun dan sebagainya. Kalau tidak ada ilmu, bagaimana hendak maju, membangun, berke­budayaan dan berekonomi? Artinya akal bisa menerima bahwa dalam hidup ini hendak maju di sudut mana pun mesti bertitik tolak dari ilmu dan ilmu itu adalah hasil daripada membaca dan belajar.

2. Atas nama Tuhan

Di sini seolah-olah Tuhan berkata: “Belajarlah, majulah, berjuang­lah, membangunlah, berekonomilah, berpendidikanlah, berke­budayaanlah, mentadbirlah dan berhiburlah, semuanya mesti dilakukan atas nama Aku. Dunia ini Aku punya. Semua makhluk kepunyaan-Ku. Lalu kalau hendak bertindak dari sudut mana pun mesti dengan cara Aku. Jangan sekali-kali ikut cara kamu.”

Beginilah indahnya bilamana Tuhan telah beri satu formula dan anak kunci kepada manusia yang berbagai etnik dan bangsa. Iaitu apabila hendak bangunkan dunia melalui ekonomi, kebudayaan, kemajuan, supaya tidak bergaduh, tidak berperang sesama sendiri maka mestilah dibuat atas nama Tuhan.

Tuhan adalah pengikat, anak kunci kepada perpaduan sejagat. Kalau semua orang, semua etnik, semua bangsa, membangunkan dunia walau di sudut dan aspek mana pun atas nama Tuhan, ia akan terikat atas dasar Tuhan. Ia akan maju dengan selamat, membangun dengan selamat, berekonomi dengan selamat dan berkebudayaan dengan selamat. Karena masing-masing semuanya menuju Tuhan. Tidak ada permusuhan dan tidak ada pergaduhan.

Berbuat karena selain Tuhan penyebab perpecahan

Bilamana manusia belajar bukan atas nama Tuhan, mendapat ilmu bukan atas dasar Tuhan, hasil ilmu itu pula ia maju bukan karena Tuhan, membangun, berekonomi, berjuang, berkebu­dayaan juga tidak atas nama Tuhan, maka dunia akan rusak dan kehidupan manusia akan jadi huru-hara.

Mengapa? Karena kemajuan di sudut mana pun sangat mempengaruhi individu, keluarga, etnik dan bangsa. Bilamana manusia belajar, berilmu dan kemudian membangun atas nama pribadi masing-masing, keluarga masing-masing, kepentingan kelompok masing-masing, etnik masing-masing dan bangsa masing-masing, maka di situ sudah ada unsur perpecahan.

Kalau ada dua orang yang masing-masing berbuat di atas kepentingan diri masing-masing, di situ pun boleh berlaku per­saingan yang tidak sehat. Itu baru dua individu dengan kepen­ting­an masing-masing. Bagaimana kalau banyak kelompok, banyak etnik, banyak bangsa dan banyak ideologi? Bayangkan berapa ribu etnik yang ada di dunia? Bayangkan kalau antara bang­sa dengan bangsa, ideologi dengan ideologi, hendak rebut dunia yang hanya satu saja.

Umpama kalau kita ke gelanggang silat tapi tidak diprogram­kan, tidak disistemkan dan tidak diaturkan. Siapa suka boleh ber­silat dengan rentak masing-masing baik Silat Gayung, Silat Jawa atau Silat pencak. Maka akan bergaduh dan huru-hara­lah di gelanggang itu.

Dunia ini adalah gelanggang tempat manusia bersilat dan menyajikan pelbagai kemajuan. Kalau tidak didisiplinkan atas nama Tuhan, masing-masing berbuat dengan ilmu masing-masing maka hasilnya inilah yang berlaku di dunia sekarang. Akibatnya tiada siapa yang senang dan tenang. Manusia sedang sakit dan dalam kepayahan.

Apalah arti maju jika hidup dalam keadaan huru-hara dan ketakutan. Apalah arti maju jika peperangan terus berlaku. Apalah arti maju jika penyakit dan gejala sosial terus bertambah. Semua­nya Tuhan lakukan adalah untuk menghukum manusia yang durhaka kepada Tuhan.

Bencana akibat berkemajuan karena selain Tuhan

Sekiranya manusia bertindak membangunkan dunia walau di aspek mana pun, jika bukan atas nama Tuhan, itu dikatakan syirik dengan Tuhan. Syirik bukan hanya bermaksud menyembah ber­hala. Itu adalah syirik jali (syirik besar).

Beribadah dan berbuat segala sesuatu kerana selain Tuhan adalah syirik khafi (syirik tersembunyi). Membangunkan ekonomi bukan atas nama Tuhan adalah syirik. Berkebudayaan bukan atas nama Tuhan, juga adalah syirik. Berpendidikan dan berjuang bukan atas nama Tuhan adalah syirik. Sebab itulah Tuhan murka lantas Tuhan turunkan bala sehingga berlaku huru-hara, perga­duhan dan peperangan di kalangan manusia.

Memang dunia bertambah maju tetapi manusia sentiasa di dalam ketakutan dan kebimbangan. Memang dunia maju tetapi di dalam bahaya. Apalah arti semua kemajuan dan kemodernan itu? Kalau kita bandingkan sejarah manusia di zaman kuno dengan zaman modern ini, walaupun ramai manusia yang cerdik di zaman ini tetapi sentiasa ditekan ketakutan dan kebimbangan. Waktu kini ramai manusia yang bunuh diri. Empat ribu tahun dahulu, manusia tidak bunuh diri. Mengapa di zaman ramai orang pandai dan berkemajuan, ramai yang bunuh diri? Karena ke­majuan itu tidak bisa mengobat orang yang sakit jiwa malahan ia menjadi penyebab kepada penyakit jiwa.

Jiwa manusia sudah kosong dari rasa cinta dan takut kepada Tuhan. Bahkan manusia sudah tidak kenal Tuhan dan tidak da­pat merasakan Tuhan berperanan di dalam setiap detik dan aspek kehi­dupan insan. Manusia sudah lupakan Tuhan sebagai tempat mengadu dan tempat bergantung. Maka jalan keluarnya adalah bunuh diri.

Jadi, umat Islam kalau hendak berbuat apa pun mestilah atas dasar:

a. Ilmu

b. Atas nama Tuhan

Ianya satu formula yang mudah dan indah. Dunia bisa sela­mat, manusia bisa selamat dan pembangunan boleh selamat bila pembangunan dibuat atas nama Tuhan dan karena Tuhan. Buatlah apa pun, majulah, membangunlah tetapi biarlah atas nama Tuhan. Ini sesuai dengan ikrar kita setiap hari kepada Tuhan di dalam sembahyang:

Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku kerana Allah pentadbir sekalian alam.” (Al An’am: 162)

Sunday, 1 February 2009

APAKAH ENGKAU BENAR BENAR KENAL NABIMU..??

Apakah Engkau benar-benar kenal nabimu..

Iaitu kenal secara lahir dan batinnya, jasmani, maknawi dan rohaninya. Atau engkau hanya kenal secara lahir saja, tidak lebih dari itu? Atau engkau kenal secara rambang saja? Sebenarnya kalau engkau kenallah secara lahir dan batin, jasmani, rohaniahnya pribadi Nabimu, pasti engkau jatuh hati kepadanya. Engkau akan cinta, engkau akan menyebut selalu namanya. Melalui salawat dan ingatan terhadapnya. Engkau akan terasa terhutang budi kepadanya. Karena kedatangannya dan jasanya kepada dunia.

Muhammad SAW, Nabimu. Dia seorang manusia istimewa, luar biasa yang tiada taranya. Ia adalah manusia yang paling mulia di sisi Allah Taala.

Mari kita bercerita tentangnya secara ringkas agar engkau kenal Nabimu sendiri. Siapa dia yang sebenarnya?

Dia adalah Muhammad anak Abdullah, ibunya Aminah. Bangsa Quraisy dari Bani Hasyim. Nasabnya hingga ke Nabi Ibrahim. Dia adalah anak yatim piatu. Seorang anak yang tidak pernah dapat bermanja dengan ibu bapanya seperti orang lain. Dia lahir daripada keluarga yang miskin dan dipelihara pula oleh keluarga yang miskin. Dia adalah makhluk yang pertama dan utama yang paling dicintai oleh Tuhan. Iaitu yang diberi nama Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad seluruh yang ada dicipta dan diwujudkan. Syurga, Neraka, dunia, Akhirat, para malaikat, Arasy, Kursy, Sirat, manusia, jin, hewan, jamadat dan lain-lainnya. Artinya kalau bukan karena Nabi Muhammad SAW, yang lainnya tidak akan diwujudkan. Kalau begitu, rupanya Nabi kita membawa rahmat zahir dan batin kepada semua makhluk Tuhan. Dia adalah makhluk yang awal wujud nisbah roh, yang akhir nisbah jasad di kalangan para nabi.

Dia adalah satu-satunya nabi yang diisrak dan dimikrajkan. Mukanya laksana bulan purnama karena cahayanya yang terang. Dia hamba Allah yang paling bertaqwa dan paling takut dengan Tuhan. Karena itulah dipanggil Habibullah oleh Allah. Ketua seluruh para rasul dan para anbiya. Penghulu seluruh orang yang bertaqwa. Imam seluruh manusia. Syariatnya untuk seluruh jin dan manusia dan penutup seluruh syariat. Orang yang memberi syafaatulkubra di Akhirat dan orang yang pertama masuk Syurga. Al Quran kitab yang diturunkan kepadanya paling lengkap. Merupakan mukjizatnya yang kekal dan paling agung. Tiada siapa yang dapat menirunya.

Dia memiliki ilmu dunia dan Akhirat. Nabi kita mempunyai akhlak yang paling mulia yang tiada taranya. Bahkan lebih mulia dari para malaikat. Terutamanya kasih sayangnya kepada manusia begitu ketara. Tawadhuknya atau merendah diri, pakaian peribadinya. Karena itulah dia sanggup duduk, makan, minum, tidur, baring dengan fakir miskin. Menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah. Tiada seorang pun melihat mukanya melainkan jatuh cinta kepadanya. Bahkan macam orang mabuk tidak bisa melupakannya

Sangat kasih dan simpati dengan fakir miskin, anak-anak yatim dan janda-janda. Pemurahnya laksana angin kencang yang sangat lajunya. Orang yang bergaul dengannya macam-macam dapat dirasa. Adakalanya laksana ibu dan ayah. Adakalanya macam kawan yang membela dan setia. Adakalanya dirasakan guru. Adakalanya bagaikan pemimpin. Adakalanya bagaikan ketua tentara. Setiap orang yang semajlis dengannya merasakan dapat layanan yang memuaskan darinya.

Karena akhlaknya yang tinggi dia dapat pujian daripada Tuhannya. Keberaniannya luar biasa. Dia bisa lalu seorang diri di hadapan musuh-musuhnya. Tidak sedikit pun takut dengan raja-raja. Setiap orang yang meminta tidak pernah dikecewakan. Sekalipun terpaksa berhutang dengan manusia. Ibadahnya banyak terutama sembahyang hingga bengkak-bengkak kakinya karena terlalu lama berdiri di hadapan Tuhannya.
Tidak pernah mendoakan musuh-musuhnya dengan kejahatan. Sangat suka meminta maaf dan memberi maaf kepada sesiapa saja. Dia membalas kejahatan orang dengan kebaikan. Satu perbuatan yang luar biasa. Tidak pernah menghina, mencaci dan merendah-rendahkan orang lain. Sangat pemalu dan merendah diri. Sangat menerima keuzuran orang. Sangat tahan menerima ujian yang berbagai-bagai keadaan dan bermacam-macam bentuknya. Karena itulah dia dapat menjadi Ketua Ulul Azmi daripada keseluruhan para rasul alaihimussolatuwassalam. Dia suka seseorang karena Allah dan murka juga karena Allah. Hatinya begitu juga, matanya saja yang tidur tetapi hatinya tidak tidur. Karena itulah dia tidur tidak membatalkan wuduknya.

Di dalam hidupnya 74 kali berlaku peperangan 27 kali dia ikut sama atau ikut serta tapi aneh, tidak pernah dia membunuh musuh-musuhnya walaupun seorang. Anak-anak didikannya itulah dia para Sahabat hingga dia berkata:
"Sahabat-Sahabatku laksana bintang-bintang di langit, yang mana satu yang kamu ikut, kamu akan dapat petunjuk."
"Para ulama umatku laksana para-para nabi Bani Israil." julukan ini tidak didapati oleh umat-umat nabi sebelumnya. Karena menegakkan kebenaran, pernah dilemparkan dengan najis, dilempar dengan batu hingga berdarah, dibuang daerah selama 3 tahun, dikepung, hendak dibunuh, berhijrah meninggalkan tanah air dan mendapat berbagai-bagai kesusahan dan penderitaan.

Kemuliaannya di sisi Allah Taala begitu ketara. Iaitu namanya ditampilkan dengan nama Tuhannya. Iaitu di dalam dua kalimah syahadah. Bahkan tidak sah Islam seseorang kalau tidak diucapkan namanya bersama dengan nama Tuhannya. Doa yang hendak dikabulkan, awal akhir haruslah menyebut namanya. Doanya sangat kabul, bahkan siapa yang berdoa bertawasul dengannya lebih diterima doanya. Siapa yang banyak bersalawat dengannya diberi syafaat di Akhirat. Siapa yang selalu menyebut namanya diturunkan rahmat dan berkat. Mukjizat-mukjizatnya yang terlalu banyak menunjukkan kebenarannya. Tertulis di belikatnya khatamun nubuwwah. Peluhnya bak mutiara, wanginya lebih wangi daripada kasturi. Orang tidak dapat menentang matanya karena kehebatannya yang amat terpancar di wajahnya. Terutama musuh-musuhnya, pasti menundukkan pandangannya bila bertembung dengan pandangannya.

Banyak perkara-perkara ghaib yang dibuka oleh Allah Taala kepadanya. Sehinggakan sebahagian perkara-perkara yang belum terjadi seperti peristiwa akhir zaman dapat diceritakan. Terlalu kuat tawakalnya kepada Allah Taala. Hinggakan makanan yang berlebih tidak disimpan di malamnya. Bahkan diberi kepada yang berhak. Apabila dia buang air, tidak ada kesannya selepas membuangnya. Lalat tidak pernah hinggap pada badannya. Kalau dia berpaling, dia berpaling dengan seluruh badannya. Tidak pernah makan seorang diri melainkan berkawan. Tidak pernah mencerca makanan. Kalau dia tidak suka, dia tidak makan makanan itu.

Sangat menghormati dan memuliakan tetamunya. Terlalu menjaga hak-hak jirannya sekalipun orang kafir. Terlalu mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Tidak pernah melaknat sekalipun binatang. Apa yang diperkatakannya ibarat mutiara. Karena itulah sangat mempengaruhi orang yang mendengarnya. Didikan dan pimpinannya sangat berjaya. Di antara kesan didikan dan pimpinannya yang telah berlaku dan telah dicatat dalam sejarah. Dapat melahirkan manusia yang sangat mencintai dan menakuti Allah Taala. Bahkan Tuhan menjadi idola mereka.

Dapat menyatupadukan manusia yang berbagai-bagai etnik, golongan, kaum, bangsa dan yang berlainan warna kulit, bahasa dan budaya. Bahkan dapat menanamkan kasih sayang satu sama lain di kalangan manusia. Melahirkan manusia yang begitu taat dan patuh kepada syariat Tuhannya. Berjaya melahirkan manusia yang tinggi akhlak dan moralnya. Mampu menjadikan dunia bersih daripada noda dan dosa. Berjaya menjadikan setiap orang rasa berpuas hati naungan pimpinannya sekalipun yang bukan Islam. Mereka merasakan dia adalah pelindung dan penyelamat kepada seluruh manusia sekalipun binatang.
Itulah dia Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Itulah dia Nabi kita, manusia yang luar biasa, yang istimewa yang kejadian dan akhlaknya paling sempurna, tidak ada tandingannya. Baru sedikit saja kita menceritakan tentangnya, sudah mengkagumkan kita. Apakah pribadi yang semacam ini kita tidak jatuh hati kepadanya? Apakah manusia ini kita bisa melupakan begitu saja? Apakah kita tidak terasa, dia adalah manusia yang terlalu berjasa kepada seluruh manusia?

Apakah kita tidak terasa terhutang budi kepadanya? Bahkan patut bersyukur kepadanya sepanjang masa. Bolehkah kita samakan dia dengan pemimpin-pemimpin yang lain di dunia? Jauh panggang dari api, macam langit dengan bumi. Lantaran itulah, orang yang benar-benar kenal Nabinya bersama Tuhannya, sanggup mati karenanya. Patut sangatlah dia menjadi idola dan ikutan kita. Agar kita menjadi satu bangsa yang bertuhan, merdeka, bersatu, berakhlak mulia, berperadaban, berkasih sayang, bertolong bantu, berharmoni, bermaruah, bersih dari noda dan dosa. Allah dan Akhirat menjadi matlamat hidup kita.

Monday, 5 January 2009

MENGAPA MANUSIA HIDUP

Hari ini kita sangat kurang memahami ajaran Islam, oleh karena itu kita hidup dalam gelap gulita, dalam suasana yang tidak ada panduan. Dengan begitu bukan saja kita akan terjun ke neraka, tapi sejak di dunia lagi kita telah berada dalam neraka.

Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup.

Ini merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepat. Karena jika manusia yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, Manusia itu tak pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.

Karena itu bagaimana kita memperoleh jawaban yang tepat ?

Ada orang mengatakan, kita tanya saja pendapat akal. Kalau kita lihat pertanyaan itu mudah tapi jawabannya berat. Bukan saja akal tidak mampu memberikan jawaban yang tepat. Bahkan bila beberapa orang memberikan jawaban menurut akal masing-masing, maka akan timbul perbedaan pendapat. Jadi kalau kita bertanya pada akal, maka akal tidak mampu, karena akal kedudukannya lemah, tidak semua dapat difikirkan terutama yang berkait dengan hal-hal yang ghaib, hari akhirat, syurga neraka dll, walaupun manusia itu mempunyai akal yang pintar sekalipun.

Kita sebagai orang Islam memiliki panduan hidup yang diberikan Allah kepada kita, yaitu yang terdapat di dalam Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Jadi supaya kita tidak meraba-raba, supaya tidak letih akal kita berfikir, supaya kita tidak mencari-cari, lebih baik kita bersandar dengan apa yang telah Allah beri kepada kita. Itulah jawaban yang tepat menurut Al Quran yang patut menjadi pegangan kita, yang menjadi keyakinan kita, serta amalan perjuangan kita, supaya kita mendapat keselamatan.

Dalam Al Quran disebutkan sesungguhnya yang benar itu datang dari Allah, hanya dari Allah. Sebab itu kita terima sajalah jawaban dari Allah. Semoga dengan begitu kita dapat keselamatan di dunia dan akhirat.

Allah telah memberikan jawaban kepada kita,

“Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (beribadah) kepadaKu”


Dengan ayat Al Quran tersebut yang merupakan wahyu yang diturunkan kepada Rasul untuk umat yang paling akhir, disebutkan bahwa kita diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah, ataupun untuk mengabdikan kepada Allah, dengan kata lain untuk tunduk dan patuh pada perintah Allah.

Dengan ayat tersebut, maka dalilnya kuat, hujjahnya pun kuat. Tapi yang sebenarnya kalau kita bahas secara akal, secara mantiq atau secara psikologi, maka akal kita pun mengakui bahwa memang patut manusia ini menyembah Allah. Akal menyatakan setuju, bahkan hati kecil juga ikut setuju untuk menyembah Allah.

Secara akal, secara perasaan, secara mudah, dapat dibuktikan bahwa akal setuju dan hati pun setuju manusia menyembah Allah, selain dalil yang kuat dari Al Quran. Contohnya, bagaimana kalau ada orang yang memanggil kita, saudara adalah hamba Allah. Bagaimana perasaan kita, bagaimana rasa hati kita kalau orang panggil kita hamba Allah. Akal mau menerima, hati kecil juga turut setuju, walaupun pada pelaksanaannya kita tidak pernah menyembah Allah. Walaupun kita tidak pernah membesarkan Allah, tak pernah patuh, tapi hati kita terhibur dengan sebutan hamba Allah.

Mengapa akal setuju, dan hati kecil dapat menerima, sebab karena Allah jadikan kita memang untuk menjadi hamba-Nya. Jadi apa yang disetujui oleh Allah, disetujui oleh akal dan hati. Sebaliknya apa yang disetujui oleh akal dan hati, disetujui oleh Allah.

Tapi bagaimana kalau suatu ketika, orang memanggil kita, saudara adalah hamba mobil, hamba wanita, hamba rumah, hamba nafsu. Bagaimana pendapat akal kita, bagaimana rasa hati kita. Akal kita tak setuju, bahkan hati tak setuju. Bukan hanya tak setuju, tapi hati pun rasa sakit. Kalau orang tuduh kita hamba selain Allah, kalau selama ini sudah sakit, bahkan mungkin dapat meninggal dengan seketika.

Mengapa? Akal tidak setuju, hati tak setuju, karena Allah tidak setuju apa yang tidak disetujui oleh akal dan hati. Dan sebaliknya apa yang disetujui oleh akal dan hati, disetujui oleh Allah.

Karena itu mau tidak mau, kita mesti menyembah Allah karena Allah bersetuju, akal bersetuju dan hati bersetuju. Jadi kalau manusia tidak mau menyembah Allah, tidak mau mengabdikan diri pada Allah, tidak mau tunduk dan patuh pada Allah, dia bukan saja menentang Allah, bahkan menentang akal dan hatinya, hakikatnya orang itu menentang dirinya sendiri. Kalau orang itu menentang dirinya sendiri, dia tidak akan dapat kebahagiaan, walaupun pangkatnya tinggi, rumahnya besar, jabatannya tinggi dan hartanya banyak.

Buktinya banyak. Kita lihat hari ini bangsa-bangsa yang dikagumi karena banyak kemajuan di bidang ekonomi, membangun, banyak orang terkenal, tapi sebagian besar penduduknya mati bunuh diri. Mereka sudah kehilangan kebahagiaan. Kebanyakan mereka orang yang terkenal tapi hidupnya frustasi.

Mengapa terjadi demikian ? karena mereka sama sekali tak mengenal Allah, tidak mau menyembah Allah. Mereka menentang dirinya sendiri sehingga tak dapat kebahagiaan. Karena itu kita mesti mengenal dan menyembah Allah, untuk selamat di dunia dan akhirat.

Tentu ada sebagian hati kecil kita berkata, kalau benarlah manusia itu patut menyembah Allah, mengapa hati kecil kita selama ini tidak mengajak menyembah Allah..?, tidak mengingatkan kita menyembah Allah. Sebabnya, selama ini di dalam diri manusia ada 2 musuh batin yang senantiasa mempengaruhi hati dan akal manusia, yaitu syaitan dan hawa nafsu, yang selalu menggoda manusia, membawa manusia pada jalan kesesatan.

Dalam Al Quran disebutkan :

“Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang sangat nyata”


Tentang nafsu Allah juga berfirman :

“Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak manusia pada kejahatan”


Karena dalam hati manusia itu ada 2 musuh batin, maka hati manusia terus lalai dan durhaka kepada Allah. Kalau takdirnya syaitan dan hawa nafsu tidak ada, maka tentulah manusia akan kenal dengan Allah, cinta dengan Allah, bahkan tenggelam dalam kecintaan pada Allah karena fitrah manusia sejak sebelum ditiupkan roh telah mengenal Allah, Allah yang patut disembah dan dibesarkan.

Selain itu kalau kita kaji dengan hati dan akal yang jernih, kita juga membaca sejarah maka bukanlah sudah menjadi sunnatullah, sudah ditakdirkan oleh Allah, manusia di mana saja berada, di peringkat mana pun, apa yang Allah takdirkan, walau bagaimana pun hebatnya, kita tidak dapat mengelak dari bala bencana, ataupun dari perkara yang tidak disukai oleh manusia.

Bala bencana, ujian dan musibah itu ditimpakan kepada semua orang baik orang yang muslim maupun orang yang kafir, baik orang yang taat maupun yang durhaka. Misalnya siapakah manusia yang dapat mengelakkan diri dari miskin, kalau tak miskin harta, miskin jiwa. Miskin jiwa lebih parah sebab manusia selalu merasa tak cukup. Karena iman lemah walaupun uang banyak selalu merasa kurang. Lebih parah lagi sudahlah miskin harta, miskin jiwa.

Kalaulah manusia itu dapat mengelak dari miskin, maka dapatkah mengelakkan diri dari sakit. Bahkan dokter pun banyak yang ditimpa penyakit. Inilah keadilan Allah, sakit ditimpakan pada semua orang. Sakit sebagai utusan dari Allah untuk mengingatkan manusia. Kalau tidak miskin, tidak sakit, dapatkan manusia mengelak dari fitnah dan umpatan orang. Manusia tidak dapat mengelak dari kesusahan yang ditimpakan oleh manusia lain, bahkan banyak yang kena bunuh.

Selain itu dapatkah manusia mengelak dari bencana alam, angin, badai, petir, dll. Atau apakah kita dapat mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anak. Tak ada manusia yang mau, tapi Allah timpakan juga. Tidak ada manusia yang dapat melepaskan diri dari ujian hidup. Semua manusia kena, yang kafir kena, orang Islam pun kena. Yang menyembah Allah kena, yang tidak sembah Allah pun kena. Yang taat kena, yang durhaka pun kena uji. Kalaulah bala bencana itu rata, semua manusia merasakan, maka tentu lebih baik jadi orang mukmin yang diuji daripada menjadi orang kafir yang diuji. Lebih baik orang yang menyembah Allah diuji daripada orang durhaka diuji juga.

Tidak pernah terjadi dalam pengalaman kita, yang kena uji itu semua yang baik-baik, yang menyembah Allah, yang patuh kepada Allah sedangkan yang kafir tak pernah sakit, tak pernah miskin, tak pernah disusahkan orang. Tapi dalam pengalaman kita, semua orang merasakan.

Karena itu lebih baik kita ditimpa bencana dalam menyembah Allah, sebab orang mukmin yang sejati, kalau ditimpa sedikit kesusahan dari Allah, maka kalau ia ada sedikit dosa, maka kesusahan itu adalah sebagai penghapusan dosa. Allah hukum di dunia sebelum dihukum di akhirat, sebab hukum di akhirat lebih berat. Tapi kalau orang mukmin itu tidak berdosa dan dia redha dengan ujian, maka itu merupakan peningkatan derajat dan pangkat dari Allah. Kalau orang itu durhaka terlebih lagi kafir, maka ujian itu merupakan kutuk Allah di dunia dan akhirat. Di dunia sudah ditimpakan neraka dunia, di akhirat akan ditimpakan neraka yang lebih berat lagi, boleh jadi kekal abadi.

Jadi tidak ada alasan untuk kita tidak menyembah Allah. Kalau kita katakan kalau sembah Allah nanti miskin, maka kita tidak menyembah Allah pun jadi miskin. Kalau kita baca berita-berita bunuh diri, yang kena tembak setiap hari ada, yang kecelakaan jalan raya, maka bukan saja orang yang taat terkena, yang tak kenal Allah pun kena.

Cuma karena akal dan hati kita tak dapat menilai, sudah diganggu oleh syaitan dan hawa nafsu, maka kita sudah tidak kenal dan menyembah Allah. Padahal kalau kita dapat menilai, betapa bala itu diratakan kepada semua manusia, maka mengapa kita takut susah, takut miskin karena menyembah Allah.

Cara menyembah Allah ada 3 bagian

· Ibadah yang asas (utama): mempelajari, memahami, meyakini, rukun iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan rukun islam.

· Ibadah fadhailul amal : Amalan-amalan yang utama seperti puasa Senin Kamis, shalat tahajud, shalat sunat rawatib, membaca ayat-ayat tasbih, tahmid, tahlil, membaca shalawat, dll

· Ibadah yang umum, yang lebih luas, seluas dunia, yaitu ibadah yang mubah jadi ibadah asalkan menempuh lima syarat :

1. Niat harus betul.

2. Perkara yang kita perbuat dibenarkan syariat.

3. Pelaksanaan sesuai dengan syariat.

4. Natijah (hasil) digunakan sesuai dengan syariat.

5. Jangan tertinggal ibadah yang asas (utama).

Ibadah yang asas, serta ibadah yang fadhu, kalau kita dapat amalkan sungguh-sungguh lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik, khusnul khulq. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Sebab itulah Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyaknya, tapi sejauh mana memberi hasil, dapat membuahkan akhlak. Seharusnya makin banyak beribadah, makin halus akhlaknya. Itu yang disebut amal taqwa, amal sholeh. Tapi kalau ibadah banyak tidak membuahkan akhlak mulia, masih lagi dihukum di neraka.

Sebagaimana kisah :

Pernah Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian Rasulullah berkata, saya memiliki seorang tetangga wanita, dia berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud, tetapi ia ahli neraka. Sahabat bertanya, bagaimana wanita itu ya Rasulullah, jawab baginda Rasulullah SAW, wanita itu selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. (Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli neraka.

Kenapa ? sebab ibadah tak berbuah. Jadi orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.

Sementara itu satu hari Rasulullah SAW bercerita di depan sahabat, bahwa tidak lama lagi akan datang seseorang di majlis ini, dia ahli syurga. Kalau Rasulullah SAW berkata, dia itu ahli surga, maka itu pasti ahli syurga. Jadi sahabat menunggu siapa yang akan datang. Tak lama kemudian datang seseorang. Sahabat banyak yang tidak kenal. Setelah kuliah, sahabat ada yang ingin mengambil perhatian, apa amalannya sampai Rasulullah sebut dia ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumahnya dan meminta izin untuk bermalam. Sahabat ingin melihat apa amalannya sehingga Rasulullah sebut ahli syurga. Jadi setelah diikuti sepanjang malam, tidak ada yang istimewa, shalat sunat tak dibuat, tahajud pun tak dibuat. Lepas subuh sahabat bertanya, waktu kuliah semalam Rasulullah berkata, sebelum saudara datang, sebentar lagi akan datang seorang ahli syurga. Saya ingin tanya apa amalan saudara, sampai dapat dikatakan ahli syurga. Jawab orang itu, saya bukan saja tidak ada hasad dengki dengan orang, niat untuk hasad pun tidak ada. Jadi ibadah yang sedikit berbuah.

Sedangkan ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas lagi. Setiap kerja akan menjadi ibadah apabila menempuh lima syarat. Misalnya di bidang ekonomi, sains teknologi, pendidikan, pemerintahan, dll. Jelaslah bagi kita bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fisik. Inilah yang dikatakan ada keseimbangan di antara pembangunan rohaniah dan fisik.

Bagaimana yang disebut seimbang ? Bila kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh 5 syarat, maka melahirkan pembangunan fisik. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti kaedah itu maka tentulah Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selagi kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan kejayaan yang dicapat bahkan berkrisis sesama sendiri.

Setiap usaha ikhtiar kita akan jadi ibadah bila menempuh 5 syarat, banyak perkara yang kita tidak faham selama ini sudah dapat difahami. Apa yang kita fahami melalui kaedah 5 syarat ini :

1. Kaedah 5 syarat membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah, atau ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Buktinya kalau kita menguruskan kedai dengan menempuh 5 syarat, bukankah itu kemajuan dunia. Dia dapat maju di bidang ekonomi, bahkan apabila dia menempuh 5 syarat, Allah nilai dengan syurga. Mana yang dikatakan terpisah di antara kemajuan dunia dan akhirat.

2. Setelah kita mengetahui tentang kaedah 5 syarat ini, maka salahlah pandangan umum selama ini yang menganggap 50 % dunia, 50 % akhirat. Mana ada 50-50 dalam Islam. Dalam Islam kemajuan dunia itulah juga kemajuan akhirat.

3. Dengan kaedah 5 syarat maka nampaklah pada kita keindahan Islam. Satu perkara kita buat, mendapat dua keuntungan, untung dunia dan untung akhirat.

4. Pembangunan yang ditegakkan, baik di bidang sains teknologi, pendidikan dsb., itu merupakan buah. Buah yang lahir ada pohonnya, yaitu karena umat Islam menegakkan hukum-hukum dan inadabh kepada Allah dalam kehidupan. Contohnya yang membuat perniagaan dengan membuka kedai karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju kedai itu artinya dia telah membangun kemajuan di bidang ekonomi.

5. Kalau begitu, semakin banyak umat Islam beribadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat berdikari tanpa bersandar nasib dengan tamadun orang kafir. Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bersandar nasib dengan orang yang bukan Islam dan sampai kapanpun umat Islam akan hina diperhambakan orang.

Justru itulah kalau kita fahami maka ajaran Islam akan terlihat cantik, di samping kita mendapat kemajan di dunia, juga mendapat kemajuan di akhirat. Kemajuan yang dicapai tidak menimbulkan krisis diantara sendiri. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai pula mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapat kemajuan walaupun kita usahakan, sebaliknya kita bahkan akan berkrisis diantara kita sendiri.