Akal manusia memang hebat. Dengan akal, meningkat derajat dan kemuliaan manusia. Karena akal, manusia bisa mengatasi dan menguasai makhluk-makhluk lain yang tidak berakal. Dengan akal, manusia menguasai alam jamadat. Dengan akal, manusia menguasai alam nabatat. Dengan akal, manusia menguasai alam hewanat.
Dengan akal juga, manusia meneroka lautan yang luar dan dalam. Dengan akal, manusia mengeluarkan segala khazanah dari perut bumi. Dengan akal, manusia dapat meneroka angkasa lepas.
Pendek kata, dengan akal, manusia menjadi raja di alam yang lahir ini. Semua ciptaan lahir ini seolah-olah tunduk kepada kehendak dan kemauan akal manusia.
Tetapi di situ sajalah terhentinya kehebatan akal. Di alam jin contohnya, akal manusia tidak mempunyai banyak pengaruh. Bangsa jin tidak berapa peduli sangat dengan manusia ini. Jin, jin punya hal, manusia, manusia punya hal. Baik tak baik, jin bisa khianat pada manusia. Akal manusia tidak dapat berperanan di alam jin. Alam jin bukan lagi alam lahir. Alam jin tidak masuk akal. Tidak logik. Bagaimanakah akal dapat berperanan di alam yang tidak masuk akal?
Lebih-lebih lagilah, akal tidak dapat berperanan di alam-alam yang lebih tinggi. Akal tidak dapat meneroka alam jabarut. Akal tidak dapat meneroka alam malakut. Akal tidak dapat meneroka alam lahut. Akal tidak dapat meneroka alam barzakh, alam Akhirat dan sebagainya. Bukan saja alam-alam ini tidak masuk akal, akal pun tidak dapat masuk ke dalam alam yang seperti ini.
Kalau dalam alam-alam seperti ini pun akal tidak dapat masuk dan tidak bisa berperanan, apakah halnya pula dengan perkara yang bukan alam. Karena segala alam itu adalah ciptaan. Dalam banyak alam yang dicipta pun, akal tidak dapat berperanan, inikan pula dalam hal yang bukan alam khususnya dalam hal keTuhanan. Karena Tuhan itu bukan alam. Alam itu ialah segala sesuatu selain Tuhan.
Oleh itu, kalau manusia hidup semata-mata dengan akal, maka dia akan terpenjara dan tidak akan dapat keluar dari alam yang lahir ini. Dia tidak akan dapat terlepas dari hal-hal jamadat, hal-hal nabatat, hal-hal hewanat dan hal-hal yang bersabit dengan kehidupan lahiriah manusia. Dia akan jadi budak dunia.
Kalau manusia hidup hanya dengan melibatkan hal dan keperluan lahiriah mereka semata-mata, maka tidak jauhlah derajat manusia itu dengan hewan. Itulah sebenarnya konsep hidup hewan. Memuaskan keperluan lahir semau-maunya. Apalah gunanya kalau manusia bisa menguasai hewan kalau dia pun seperti hewan juga.
Hewan bukan makhluk yang bermusafir di dunia ini. Dunia ini permulaan dan terakhir baginya. Bagi manusia pula, dunia ini hanya buat sementara. Perjalanan manusia lebih jauh. Manusia datang ke alam syahadah ini dari alam roh. Manusia akan berhijrah lagi ke alam yang lebih tinggi dan lebih seni. Iaitu alam barzakh dan alam akhirat. Mau pergi harus pergi, tak mau pergi pun harus pergi. Sudah bersedia harus pergi, belum bersedia pun harus pergi. Dia macam satu paket. Bila mulai harus ikut sampai habis.
Kalau selama ini hanya akal saja yang berperanan dalam hidup manusia dan justru itu manusia terpenjara di alam syahadah atau alam dunia ini, bagaimanalah dia akan hidup di alam barzakh dan di alam Akhirat. Tidakkah dia akan terkejut bila melihat adanya alam yang lebih seni dan lebih luas dari alam dunia yang selama ini dikenalinya dan direbut-rebutkannya. Tidakkah dia akan jadi seperti katak di bawah tempurung.
Bila terangkat tempurung, baru dia sadar akan adanya alam yang lebih besar dan lebih luas dari apa yang selama ini wujud di dalam tempurungnya. Bila datang maut baru dia sadar akan adanya alam yang lebih luas dari alam dunia ini. Orang akal tak ubah seperti katak di bawah tempurung.
Begitulah hakikat orang akal yang menjadi budak dunia. Bila terlepas dari dunia, dia akan menjadi pelarian di alam Akhirat. Di alam Akhirat, akal tidak berguna. Akal tidak bisa berfungsi. Akal akan kaku dan beku. Kalau di dunia akal ligat berputar, di alam Akhirat, dia seperti tidak wujud.
Itulah sebabnya Islam melarang kita menjadi orang akal semata-mata iaitu orang yang hanya menggunakan akal dalam segala hal dan masalah, dan menggunakan ukuran dan nilai akal dalam semua perkara. Kalau tidak masuk akal, tolak. Kalau tidak logik, tidak mau terima. Tidak mau beriman dan percaya dengan perkara-perkara ghaib yang tidak masuk akal. Semuanya harus ditapis dengan akal. Wahyu pun hendak diakalkan. Ada wahyu yang sesuai, ada yang tidak. Ada yang positif dan ada yang negatif. Alam barzakh, alam Akhirat, jin dan malaikat, semua tidak bisa diterima sebab tidak masuk akal. Sampai Tuhan sendiri pun hendak ditapis dengan akal juga. Kalau tak logik, tak mau akui bahwa Tuhan itu wujud.
Coba bayangkan. Allah yang cipta akal. Allah yang mengurniakan akal itu kepada manusia. Akal itu juga hendak digunakan untuk menafikan kewujudkan Allah. Inilah logik akal yang kita tidak tahu di mana logiknya.
Manusia sering menganggap mampunya akal mengendalikan dan menggunakan logik itu satu kelebihan. Sebenarnya ia satu kelemahan. Ia satu “limitation”. Ia mengecilkan skop jangkauan dan menyempitkan pandangan manusia. Logik hanya satu asas dari asas-asas ciptaan. Banyak lagi asas-asas ciptaan yang tidak logik. Oleh itu, akal hanya mampu meneroka sebahagian kecil dari rahasia dan ilmu ciptaan Tuhan.
Satu persoalan yang perlu ditanya kepada orang akal, mestikah segala apa yang Allah cipta itu logik. Tak bolehkah Allah mencipta benda yang di luar logik. Tidakkah kita sadar bahwa kalau semua ciptaan Tuhan itu terpaksa bersandar kepada logik, maka lemah sangatlah Tuhan. Takkanlah Tuhan pun tertakluk kepada logik walhal logik itu sendiri pun Tuhan yang cipta. Kalau Allah bisa mencipta benda yang logik, sudah tentu Allah akan mencipta juga benda atau perkara yang tidak logik sebab adalah sunnah Allah untuk mencipta sesuatu itu berpasang-pasang. Kalau ada yang logik, mesti ada yang tidak logik. Kalau tidak manusia akan kata Allah itu lemah. Allah bisa mencipta yang logik saja. Yang tak logik, tak bisa.
Kalau apa yang Allah cipta itu logik, maka ia bisalah dikendalikan oleh akal. Memang itu permainan akal. Sebaliknya, kalau apa yang Allah cipta itu tidak logik, tidak bermakna perkara itu tidak wujud. Ia hanya bermakna bahwa akal bukan alat untuk mengendalikannya. Perkara yang seni, halus dan tidak logik tidak dapat diteroka oleh akal. Ia haruslah diserah kepada roh atau hati. Perkara yang tidak masuk akal bisa jadi bisa masuk hati. Orang Islam rnesti hidup roh dan hatinya.Tidak cukup orang Islam itu hanya menjadi orang akal. Dia mesti juga menjadi orang rohani. Barulah dia akan dapat faham dan yakin dengan perkara-perkara yang tersirat dan maknawi dan perkara-perkara yang ghaib dan tersembunyi yang di luar logik.
Orang akal dinamakan juga orang dunia. Ini karena orang yang menggunakan akal semata-mata tidak dapat meneroka alam lain selain alam dunia. Orang akal dikenali juga sebagai orang sekular. Kerana sekularisme bermaksud "dunia untuk dunia "atau "dunia habis di dunia ". Sekularisme tidak mengaitkan hal dunia dengan Akhirat. Fahaman sekularisme menafikan adanya Akhirat.
Ilmu orang akal sebenarnya cetek dan tidak sehebat mana. Hanya sekedar ilmu lahiriah dan ilmu dunia saja. Ilmu orang rohani lebih seni, lebih tinggi dan lebih dalam. Ilmunya sampai kepada hakikat sesuatu perkara. Orang akal ibarat kanak-kanak. Mampu membina jembatan di antara dua benua, sudah melonjak-lonjak dengan kemegahan. Orang rohani mampu membina jambatan di antara dua alam tetapi tetap merendah diri, tawadhuk dan malu dengan Tuhan.
Hasil kerja orang akal juga tidak ke mana. Bina punya bina, bina punya bina, satu hari nanti akan runtuh musnah menjadi debu. Itulah nilai akhir hasil kerja orang akal. Semuanya akan jadi debu. Hasil kerja orang rohani kekal abadi sampai Akhirat. Tidak ada yang sia-sia. Segala nikmat dari kerja-kerja orang rohani dapat dirasai sampai ke Akhirat.
Hasil kemajuan dan peradaban lahiriah orang akal rusak-merusakkan, mudharat-memudharatkan. Bisalah hidup enak sedikit tetapi rusak kemanusiaan, rusak keinsanan. Hati-hati manusia penuh dengan kejahatan dan kekejian. Manusia berkrisis, bergaduh, bunuh-membunuh. kerusakan berleluasa. Hilang ketenangan. Hilang kasih sayang. Hilang kebahagiaan. Manusia berupa manusia tetapi berwatak hewan.
Orang rohani membina kemajuan hati. Insan manusia terbina. Manusia berakhlak dan berkasih sayang. Hati-hati manusia berpaut dengan Tuhan. Manusia hidup tenang, aman dan damai. Bela-membela dan bantu-membantu. Di dunia lagi telah terasa keindahan syurga.
Bukan itu saja. Akal orang rohani juga lebih hebat dari akal orang akal. Orang rohani tidak bermakna dia tidak berakal. Malahan akalnya lebih terang, lebih tajam dan lebih memancar karena rohaninya yang bercahaya. Bukankah ini aneh dan mengherankan. Orang yang mengaku dia orang akal tetapi akalnya tak seberapa kalau dibandingkan dengan akal orang rohani. Orang akal hanya mampu membina dunia. Tapi orang rohani mampu mengakhiratkan dunia. Ini jauh lebih rumit dan susah dari membina dunia semata-mata.
Akal sebenarnya sangat berbahaya kepada manusia terutama kalau ia dilepas berperanan secara bebas tanpa kawalan. Akal yang tidak terkawal akan menafikan perkara ghaib termasuk Akhirat. Malahan di ujungnya nanti, dia akan menafikan Tuhan. Akan digantikannya Akhirat dengan dunia dan Tuhan itu dengan "nature". Akal tidak tahu selain daripada itu.
Oleh itu akal mesti ditundukkan. Ia mesti duduk di bawah hati. Akal mesti dikawal oleh hati. Akal mesti tunduk kepada hati. Barulah akal itu boleh menjadi alat untuk melaksanakan segala kehendak dan perintah hati. Bukan akal yang sepatutnya memerintah diri manusia sebab dia bukan raja. Raja dalam diri manusia itu ialah hati.
Akal bukan untuk mencipta perundangan, sistem, ideologi atau cara hidup bagi manusia. Itu semua telah ditetapkan oleh Allah di dalam Al Quran dan As Sunnah. Allah mengurniakan akal hanya saja untuk melaksanakan segala suruhan dan hukum-hakam yang sudah Allah tetapkan. Akal hanyalah pelaksana. Kerja akal ialah untuk menterjemah segala suruhan Allah kepada realiti dalam kehidupan.
Justru itu, peranan roh dan hati mesti ditingkatkan. Roh yang lemah mesti dikuatkan. Jiwa yang mati mesti dihidupkan. Hati yang buta mesti dilihatkan. Kalau rohani lemah, akal akan menuntut kebebasan. Akal yang bebas akhirnya akan dipengaruhi oleh nafsu. Gandingan akal dengan nafsu ini ibarat api yang menyemarak di hutan yang kering. Selagi ada hutan, selagi itulah dia akan membakar. Lebih tebal hutan, lebih semarak lagi apinya.
Kuatkan rohani dengan memperbaiki diri. Bertaubatlah dari segala dosa dengan taubat nasuha. Bersihkan hati dari segala sifat mazmumah yang keji. Dari hasad dengki, tamak haloba, pemarah, bakhil, ego, sombong, angkuh, riya dan sebagainya.
Hiasilah hati dengan segala sifat mahmudah. Dengan sifat pemurah, pemaaf, rendah diri, tawadhuk, lapang dada dan sebagainya. Bersihkan fitrah kita hingga ia kembali kepada keadaan asal semulajadinya yang suci-murni. Yang kenal Tuhannya dan yang cintakan segala kebaikan dan keluhuran. Kekang nafsu amarah dan didiklah ia hingga ia dapat meningkat ke peringkat nafsu yang lebih tinggi, setidak-tidaknya ke peringkat "mulhamah" dan kalau boleh ke peringkat "muthmainnah".
Untuk itu semua, kita perlu kembali kepada Tuhan. Kita perlu menyembahnya. Kita perlu bersembahyang atau bersolat. Karena dalam solat itu sedia tersusun, segala rukun untuk meningkatkan roh dan memperbaiki diri. Dalam solatlah kita belajar merasa bertuhan. Dalam solatlah kita belajar merasakan diri kita ini hamba. Solat adalah pintu masuk ke alam rohani.